Kamis, 20 Maret 2014

PERJUANGAN UNTUK SEBUAH MIMPI


 
Memiliki sebuah cita-cita, sebuah impian, berarti saya harus bekerja ekstra keras untuk mewujudkannya. Apa?

Saya ingin menerbitkan sebuah buku! Saya ingin mereka membaca karya saya dan mengenal saya melalui pemikiran yang berbeda...

Awalnya, ini terdengar hebat. Simple! Tapi dalam dua bulan penggarapan buku kumpulan cerpen ini, energi saya benar-benar terkuras habis!

WAOOW...

Hei, bagaimana tidak? Saya ini seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak yang masih kecil dan lincah. Dengan seabrek kegiatan yang bahkan untuk kata berhenti pun tidak diperbolehkan untuk singgah.. hei..

Bangun tidur sudah berkutat di dapur menyiapkan makanan dan keperluan untuk si sulung dan si tengah yang telah memasuki jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak, juga keperluan suami yang mau berangkat kerja. Setelah dua badai itu berlalu, datanglah si bungsu yang gak pernah lepas dari saya. Mencuci, nyapu, ngepel, dan kegiatan rumah lainnya kadang harus dikerjakan sambil menggendong. Hiks..hiks..hiks..

Belum lagi jemput sekolah, setrika, sore mandiin anak-anak, kembali memasak dan bersih-bersih rumah (sekali lagi dan lagi). Malam nemenin anak-anak belajar, menyiapkan kebutuhan suami pulang kerja, lalu belum lagi melaksanakan tugas sejati istri. Hiks..hiks..hikss.. sebenarnya jika hanya dituliskan hanya perlu beberapa paragraf seperti ini, namun pada kenyataannya, sehari itu penuh dengan kata “ribet”.

Ups! Tapi apa dengan demikian saya menyerah?

TIDAK! Takkan pernah saya menyerah dengan mimpi saya.. Tugas sebagai ibu rumah tangga itu memang sangat berat, namun bukan alasan untuk saya menyerah mewujudkan mimpi.

Justru di sinilah tantangannya, saya harus bisa menciptakan karya terbaik dalam keadaan terjepit seperti itu. Iya, saya bilang terjepit, karena saat-saat menulis yang saya lakukan adalah di sela-sela melaksakan pekerjaan rumah.

Setelah kedua buah hatiku berangkat sekolah, lepi kesayangan langsung saya buka. Ketik, ketik dan ketik lagi. Bahkan bisa mengetik sambil menggendong! Hahaha.. Siang dan sore pun sama, di sela-sela waktu saya harus menulis. Harus! Baru kemudian, tengah malam, saat semua sudah terlelap dan suami tercinta sudah tidak memerlukan pelayanan saya (ciee..) baru minta ijin untuk menulis. Nah, saat inilah titik fokus benar-benar saya pergunakan dengan baik.

Alhamdulillah, bercinta dengan badai itu sungguh nikmat. Mungkin bisa dibilang ini sebuah beban bagi saya, tapi saya benar-benar menikmatinya.

Tidak ada excuse untuk tidak melanjutkan apa yang sudah saya impikan. Ini sebuah perjuangan, sebuah perlawanan, dan pembuktian bahwa saya bisa menaklukkan kekurangan saya. Sebelum saya hilang dan berhenti bernafas.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar