Kamis, 20 Maret 2014

COBAAN DI TAHUN KETIGA

 

Oktober 2009
( maka lihatlah, akan kutelanjangi diriku pada kisah kali ini )

Kisah ini diawali pada hari itu sekitar pukul sepuluh pagi. Seseorang mendaratkan motornya di depan rumah kontrakan yang telah setahun kami tempati. Aneh, siapa ya jam segini ada yang bertamu, begitu batinku. Namun belum sempat aku membuka pintu depan, seseorang itu sudah masuk duluan. Ternyata suamiku.

“Loh, kok Panda pulang jam segini?” kubertanya padanya, namun tanpa jawaban, hanya terdiam dengan wajah yang entah bisa kugambarkan seperti apa keadaannya saat itu. Kata letih, lesu, dan kekecewaan yang terdalam pun belum pantas untuk mewakilinya.

Suami yang telah kunikahi sejak tiga tahun yang lalu itu, menatapku dalam, sebentar kemudian bulir-bulir air tergenang lalu tumpah dari matanya. “Panda dipecat,” Sekejab aku terkejut, tetapi segera kutepis keterkejutanku dan memeluk sosok yang biasanya kokoh itu sekarang menjadi rapuh di hadapanku. “maafkan Panda ya, Bunda. Panda tidak bisa mempertahankan nama baik Panda.” ...dan begitulah, kesedihan dan juga kemarahan dari kekasihku tertumpah di dalam pelukan pagi itu.

Sudah empat tahun suamiku mengabdi sebagai karyawan di salah satu minimarket terbesar di Indonesia, kami menyebutnya si biru. Hingga akhirnya di tahun ketiga karirnya menanjak menjadi kepala toko di salah satu cabang dekat dengan rumah mertuaku. Hampir dua bulan yang lalu sebuah cobaan sedang mengusik posisi tertinggi di toko itu. Entah ini konspirasi dari siapa dan oleh tangan yang mana, kami tidak tahu. Yang kami tahu tiba-tiba salah satu kasirnya melaporkan tindakan percobaan pemerkosaan yang dilakukan suamiku pada dirinya. Subhanalloh, benar-benar tuduhan yang menguras kesabaran kami yang masih sangat terbatas kala itu.

Suamiku marah, tentu saja, aku pun juga marah. Kutahu benar siapa lelaki yang kunikahi itu, kami sudah bersama sejak sembilan tahun sebelum kami menikah tiga tahun lalu. Genap dua belas tahun, apa itu belum cukup untuk mengetahui luar dalam manusia seperti apa dia. Yang pasti lelaki itu bukan lelaki sembarangan yang mampu berbuat tindakan bodoh seperti percobaan pemerkosaan yang dituduhkan itu. Hello, apa kalian tidak salah membuat suatu fitnah keji pada dia?

Menyewa seorang pengacara pun kami tempuh untuk menghadapi ancaman pelaporan kepolisian dan menjurus ke arah persidangan dari pihak lawan. Kami tidak takut, karena kami tidak bersalah. Tetapi ancaman hanya sebuah ancaman belaka, hampir sebulan pihak perusahaan tidak melaporkan tuduhannya ke kepolisian, padahal kami sudah menunggu dengan suka cita, karena kami punya bukti kuat. Persidangan pun dilakukan hanya di kantor pusat yang bertempat di daerah Gedangan – Sidoarjo. Itupun suami tidak diperbolehkan membawa sang pengacara dengan alasan ini adalah persidangan intern perusahaan, belum memasuki rana hukum, jadi buat apa pengacara hadir. Begitulah alasan bos-bos besar itu, dan tahu tidak? Sidang itu tanpa kehadiran pihak pelapor! Alasannya sedang trauma bertemu dengan suamiku. Apa pula ini?

Hari ketiga dalam persidangan perusahaan sepihak itu, tiba-tiba suami dipaksa menandatangani surat pengunduran diri. Bagus! Inilah tujuan awal fitnah ini. Menjatuhkan.

Yap, maka begitulah, orang kecil bisa apa di hadapan tangan yang berkuasa. “Kalo kamu tidak mau menandatangani surat pengunduran diri, kami tetap akan mengeluarkan kamu, dan pasti dengan embel-embel dikeluarkan dengan tidak hormat” begitu ancaman mereka. Ironis. Kenyataan yang harus rela ditelan oleh semua karyawan biasa seperti kami.

“Tidak apa-apa,” semakin kueratkan dekapanku pada suami, “rejeki tidak hanya ada di sana. Dan percayalah, ini pasti hal terbaik bagi kita, suatu saat pasti akan diganti dengan yang lebih baik.”

***

Sudah seminggu lebih berlalu. Kemarahan masih meraja di hati kami, terutama pada suamiku. Gelap. Hati kami gelap. Sakit ini adalah kelemahan kami sebagai manusia. Hei, itu manusiawi bukan.

Suami kehilangan pekerjaan karena fitnah keji yang tidak dilakukannya. Dampaknya besar. Keuangan tentu saja iya, apalagi saat itu anak kedua kami masih bayi, masih butuh susu. Tapi bukan itu saja. Trauma, kehilangan rasa percaya diri, dijauhi teman-teman dekat yang menjadi tidak percaya lagi dengan suami, memandangnya menjadi rendah. Mereka menjauh perlahan, berkata “Gak nyangkah ya Pak Agung itu seperti itu, memang dia itu bla bla bla...” Benar-benar dunia terbalik amburadul memusuhi kami.

Kalian tahu apa? Di sini ada dendam. Kekuatan sabar kami masih sekecil biji jagung. Bahkan jagung yang ditumbuk kasar untuk makan anak-anak ayam. Banyak tawaran gila berdatangan dari kenalan yang tiba-tiba sudah pandai menjadi setan dalam sekejap. Dan sisi busuk kami mengiyakan.

“Bayarin orang, murah. Buat kasir itu menyesal karena telah membuatmu jadi begini.”

“Suruh orang buat memperkosa dia, buat filmnya, biar kamu puas dia tersiksa.”

“Atau mau main santet? Aku kenal orang yang biasa bermain halus seperti ini.”

...

Niat tergenggam rapi. Setan berhasil menjadi guru panutan.

Hingga suatu malam, saat semua tertidur lelap di kamar persegi yang tidak terlalu besar itu, tiba-tiba aku terbangun. Ada perasaan sakit yang mendalam, tetapi bukan karena menyimpan dendam ataupun kemarahan. Namun lebih mengarah pada penyesalan. Ada sesuatu yang menepuk hangat hatiku. Kutatap wajah Chesna yang tertidur di sampingku. Dia masih kecil. Masih butuh keberadaan kedua orang tuanya. Astaghfirullohal’adzim. Siapa aku ini? Seperti manusia yang tidak berTuhan saja.

Aku menangis. Tuhan telah menegurku, mengingatkan aku. Astaghfirullohal’adzim...terus saja aku beristighfar untuk memohon ampunan. Iya, aku harus mengingatkan suamiku juga, benar-benar harus menghentikan kebencian ini. Masih ada Dia yang Maha Segalanya.

“Ya Alloh, bantu aku mencairkan amarahnya juga.”

***

Dan benarlah Tuhan itu Maha Adil. Berbulan-bulan kemudian, kasir yang menfitnah itu hamil di luar nikah dengan seorang satpam. Ternyata perempuan itu memang nakal dan sering berganti-ganti pasangan. Sekarang mereka tahu, siapa yang benar-benar berhati tidak baik. Satu persatu rekan kerja yang masa kerjanya di atas empat tahun dibuang, dibuat agar segera keluar dari perusahaan. Oh, iya, jadi begitu rupanya. Dan teman-teman yang dulu menjauh kembali mendekat. Mereka banyak mengeluhkan perusahaan yang makin tidak kompeten itu. Sudah banyak yang keluar dan mencari pekerjaan yang jauh lebih baik. Dan Panda pun akhirnya mendapatkan pekerjaan pengganti, bahkan masih tetap hingga hari aku mengetik kisah ini di laptop putih kami. Semuanya berbuah kebaikan. Alhamdulillah...

Maka di kisah inilah kami banyak belajar tentang kesabaran, kebersamaan, kepercayaan, dan kerja keras. Bahwa Tuhan masih ada bersama kita. Jangan pernah lupakan itu!


Nov 16,2013
23:07
( tertulis untuk mengenang perjuangan kami di masa sulit, agar teringat, bahwa inilah bagian kekuatan yang masih menyatukan kami di saat salah satu dari kami khilaf )

1 komentar:

  1. posisi ini lah yang saat ini saya alami buk ....trimakasih atas postingan nya nya , jadi penguat mental saya untuk terus kuat menghadapi perusahaan yang dzalim

    BalasHapus