Senin, 24 Februari 2014

PERJALANAN HIJABKU



  
Ah, jilbab..

Dulu aku begitu mudahnya meremehkanmu. Mencibir kesederhanaan dan keanggunanmu. Mengatai mereka yang berjilbab panjang sebagai manusia sok alim yang tidak tahu bagaimana cara menikmati hidup dan terbelakang jaman. Pun juga menghina dalam hati kepada mereka yang berjilbab setengah-setengah. Mengenakan jilbab tetapi terlihat leher dan dada.

Tetapi aku salah..

***

Yup, sedikit banyak, itulah pandanganku tentang jilbab dahulu. Miris, padahal itu hanya sebuah kain penutup saja, tetapi mengapa aku tidak bisa memakainya?

Aku ini terkenal tomboy. Cuek, cara jalannya gagah, omonganku kasar, sangat lihai sekali dalam mengumpat, pemarah, mudah tersinggung, dan pembenci sekali. Hari-hari hanya diisi dengan pikiran negatif. Bahkan aku mendapat julukan “preman”. Lah kok bisa? Karena kalau sudah marah, gak bakal noleh kanan kiri atau siapa yang akan dihadapi. Laki-lakipun kutantang dengan menunjuk hidungnya dalam jarak cuma selebar jari-jari tangan yang terbuka!

Beneran, aku gak mengada-ada. Seburuk itulah aku dulu. Lagu yang mengisi hari-hariku itu lagu-lagu setan. Korn, Limpbizkit, System of Down, Distrubed. Itu yang masih berbau sedikit slow. Bahkan musik underground-pun pernah kulahap dengan tenang.

Ah, masa kelam ya.. sekarang jadi malu kalau ingat itu. Padahal dulu aku merasa sangat keren tiap kali mendengarkan lagu-lagu itu. Ah..

Waktu itu masih bekerja di salah satu supermarket ternama. Setelah dua tahun menjadi satpam, aku hendak dipindahkan ke departeman kasir. Tapi kutolak. Malas sekali ribet dengan kaum wanita yang super duper bawel dan amboi, ramai sekali kalau berceloteh. Akhirnya dengan sedikit nekat, aku memilih menjadi salah satu staff butcher saja, yang didominasi kaum lelaki. Ya jelaslah semua kaum lelaki, wong kerjanya berat. Sudah begitu, harus siap menghadapi barang-barang berbau amis dan menjijikan.

Tetapi aku suka. Bergumul dengan darah daging sapi segar, bau amis ikan yang harum semerbak, dan menikmati saat mencincang ayam utuh menjadi bagian-bagian yang kecil. Rela menghadapi saat semua itu dalam keadaan busuk dan berbau. Belum lagi menyukai kengerian saat memotong tulang iga beku atau buntut sapi beku dengan alat pemotong daging bernama “bonesaw”. Kalian tahu bagaimana bentuknya? Sebuah mesin pisau gergaji tipis dengan gigi-gigi runcing, yang berputar-putar secepat mesin gergaji pohon. Sedikit lengah saja, jari-jarimu akan terpotong! Sudah banyak teman sejawat yang mencicipi pedihnya terpotong mesin itu. Dan tentu saja, cacat adalah taruhannya.

Sudah bisa membayangkan bagaimana jantannya aku ketika itu?

Nah, bekerja di supermarket, saat bulan Ramadhan diwajibkan memakai jilbab. Dan jujur, saat itu sangat menyiksaku. Sudah tidak suka dengan kain persegi yang tipis berkibar-kibar itu, eh malah dalam keadaan bekerja dipaksa memakainya. Jelas-jelas akan menyusahkan ruang gerak.

Sedikit-sedikit lepas jilbab. Gerah. Rambut rasanya gatal. Panas. Padahal, tempat kerjanya kan be-AC. Tetapi badan ini kok rasanya berkeringat terus ditutupi seluruh tubuh seperti itu. Sesak.

Bahkan, sering aku ngumpet masuk ke dalam ruangan frozen yang sebesar kamar tidur, tempat menyimpan barang-barang beku. Seperti daging, ayam, kentang, nugget. Berdiam lima menit di situ, setelah puas baru keluar lagi. Atau kalau tidak di situ, lebih sering memasukan serutan es batu dari mesin “ice maker” ke dalam baju! Wah, ironis sekali ya.

Menyedihkan, sampai segitunya aku dengan jilbab.

Hingga suatu hari, saat membuka akun facebook, aku melihat sebuah postingan. Kurang lebih bunyinya seperti ini :

“ Wanita-wanita yang tidak menutup auratnya dan berjilbab itu, mereka akan menyeret ayahnya, suaminya, adik laki-lakinya dan anak laki-lakinya ke dalam api neraka. Mereka akan abadi di dalamnya.”

Deg!

Aku langsung ingat Papaku. Ingat suamiku. Nangis rasanya hati ini. Apalagi saat melihat si kecil Arvin dan Chesna. Rasanya aku ini ibu yang sangat jahat sekali jika menyebabkan kedua malaikat kecil yang mencintaiku itu masuk neraka. Hiks..

Akhirnya pelan-pelan kumantapkan hati. Semakin mencari-cari hukum tentang berjilbab bagi wanita. Baca sana baca sini. Memahami ini dan itu. Semakin aku tahu, semakin terasa ngeri hati ini. Sungguh, dalam hati aku bertanya, kemana saja kau selama ini?! Ini agamamu, mengapa hal wajib yang mendasar seperti ini saja selama tigapuluh tahun kau tidak mengetahuinya! Hello..

Astaghfirullohal’adzhim.. aku istighfar terus dan terus.

Hingga suatu malam akhirnya akupun meminta ijin pada suami. Nah, kegalauannya dimulai dari sini. Saat kuutarakan, suami hanya terdiam. Tidak menyetujui pun juga tidak melarang. Aku tahu benar akan hal ini. Jujur, dia sebenarnya tidak suka dengan wanita berjilbab. Kenapa? Sama, bagi dia jilbab itu bukan hal yang modis jika dipandang. Wanita harus rela dilihat menutupi mahkotanya yang indah, rambut, dan itu membuatnya tidak nyaman.

Hatiku sedih. Sangat sekali. Berhari-hari menimang nimang. Seorang teman bahkan berkata padaku, “mbak, banyak teman-temanku yang diselingkuhi suaminya, karena mereka nekat berjilbab dan suami tidak mengijinkan. Alasannya karena istri sudah tidak cantik dan enak dilihat, tidak bisa dipamerkan kecantikannya di depan teman-temannya lagi.”

Aku langsung perih. Apa iya nantinya akan seperti itu? Rasa takut terus menggerogoti. Aku jadi lebih paranoid!

Sampai suatu hari, aku melihat sebuah postingan (lagi-lagi di facebook) fun page bunda Asma Nadia tentang bukunya “La Tahzan for Hijabers”. Seketika itu juga pesan buku di mas Agung Pribadi. Berhari-hari kubaca. Isinya sangat menginspirasi sekali, benar-benar menyentuh perjuangan para wanita-wanita muslim dalam mempertahankan jilbab mereka. Hatiku tersentuh dan bergetar hebat!

“Hei, lihat perjuangan dan semangat itu. Bahkan ujianmu ini belum seberapa jika dibanding dengan mereka. Ayo berdiri dan kuatkan hatimu, ini wajib, penyempurna agamamu. Maka berjuanglah!”

Subhanalloh.. aku menangis. Iya, aku mantapkan hati berjilbab. Tidak mengapa walaupun suami tercinta masih belum terbuka hatinya, di sinilah tantanganku. Di sinilah Allah menguji keseriusanku. Benarkah aku mampu atau hanya ingin ikut-ikutan trend saja?

Dia, sang pemberi kehidupan, hendak menguatkan hatiku menjadi lebih baik. Aku yakin dan percaya, bahwa dengan semakin menggenggam tangan-Nya, tak ada hal yang tak mungkin.

Maka, perlahan dan dengan kesabaran cinta pada suami, kutunjukan kebenaran jilbab dalam hukum-hukum islam. Sedikit-sedikit kusentuh hati kecilnya. Agar kekasih halalku tahu, bahwa jilbabku adalah pelindung kebaikannya. Adalah bukti betapa besar rasa cintaku teruntuk dia. Sedikit demi sedikit, kurubah pula caraku melayani suami. Kutunjukan bahwa, inilah yang kudapatkan dari belajar agama. Terus setiap hari berdoa memohon pada-Nya agar diberi kemudahan. Terus dan terus.

Dan kini, perjuangan enam bulanku bersama jilbab, akhirnya membuahkan hasil. Alhamdulillah, sekarang suami bisa menerima kehijabanku. Bahkan jika hendak keluar rumah, dia sering mengingatkan, “Bunda tidak pake jilbab?” Senang sekali rasanya. Bahkan bukan itu saja yang kudapat setelah aku berjilbab.

Kalian tahu? Jilbab benar-benar mampu menahan semua keburukan keluar dari jiwa kita. Kain yang dulu kuremehkan itu, membuat hati semakin adem. Benar-benar tentram. Kebencian, kemarahan, dan emosi yang dulu meluap-luap, sudah mampu kutata dengan baik. Karena apa? Karena pengaruh jilbab. Ingat dengan semua larangan-Nya. Rasa panas, gerah atau gatal di rambut tidak kurasakan lagi. Subhanalloh, inilah yang namanya niat. Kekuatan yang kurasakan karena hangatnya agama yang menyejukanku benar-benar menenangkan!

Memang belum sempurna kemampuanku memahami kembali agama yang dulu pernah kutinggalkan. Perjuangan dan perjalanan hijabku pun belum berlabuh pada kata selesai. Masih perlu banyak belajar dan belajar. Menambal semua kekurangan yang tertinggal jauh. Tetapi aku yakin, Allah, pasti menjagaku.

Aamiin..



Jan 28, 2014
8:59






AKU PERNAH MENJADI SATPAM!



Sstt..

Jangan terkejut. Aku pernah jadi satpam. Iya, satpam. Lengkap dengan baju atasan putih dan rok selutut dengan seabrek perlengkapan yang tertenteng di pinggang. Sebuah handytalk besar berwarna hitam dan pentungan sepanjang lengan anak ketigaku, Fiqha. Belum lagi sepatu bersol tebal yang sangat memberatkan langkah! Seperti memakai sepatu kayu milik Pinokio saja rasanya.

Apa? Tidak percaya..

Hahaha, sama dong. Awalnyapun aku juga tidak menyangkah kalau setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, seorang tetangga menawarkan sebuah pekerjaan di kantornya. Dan itu adalah menjadi satpam di salah satu supermarket terbesar di Surabaya. Mereka lagi butuh seorang satpam wanita.

Kok menawarinya ke mbak Ajeng loh? Mengapa bukan orang lain saja?

Karena di tempat tinggalku, aku memang terkenal tomboy. Satu hal lagi yang mendukung, tetanggaku tahu kalau aku ikut salah satu perguruan bela diri di sekolah. Jangan ditertawakan, please. Nama perguruannya, Siaw Liem Sie Garuda Mas. Sudah sabuk coklat! Dan itu tingkatan ke lima.

Kalian tahu tidak, jurus ke lima yang sedang kuperdalami saat itu?

Bangau! Binatang yang terlihat lemah dan biasa-biasa saja tetapi sangat cepat saat menangkap ikan di air. Dia lembut dan tenang, tetapi mematikan!

Tunggu, jangan kalian tanyakan bagaimana saja gerakan bangau itu, aku sudah lupa. Sudah memudar seiring waktu bertahun-tahun lalu. Ha-ha.

Kembali ke cerita utama. Walaupun aku kurang meminati pekerjaan yang ditawarkan, tanpa babibu, akhirnya berangkat juga melamar. Bermodal ijazah terakhir, sertifikat-sertifikat pendukung, dan tentu saja, piagam yang aku dapatkan dari perguruan. Semuanya bondo nekat!

Bismillah, untuk sementara tidak apa-apalah. Buat membantu meringankan tanggung jawab Papa yang saat itu masih memiliki tanggungan tiga anak lagi. Toh ini juga kewajibanku sebagai anak pertama.

Begitu datang dan bertemu dengan petinggi perusahaan cabang Surabaya, semua masih melihat aneh padaku. Bagaimana tidak. Aku berpawakan tidak memadai sebagai seorang satpam. Tidak kokoh, tidak dempal, pun tampak tidak tegas. Berat badan hanya tigapuluh sembilan, dengan tinggi seratus enampuluh, kurus sekali.

Dalam kebimbangan, Pak Pimpinan menantangku buat melawan salah satu anak buahnya. Laki-laki. Tinggi, berkulit hitam kecoklatan. Disuruh begitu, aku hanya tersenyum saja. Maklum, masih lugu. Lalu apa yang terjadi? Sekejab mata berkedip (halah!) laki-laki itupun sudah jatuh ke tanah.

Dia menghantam, kutangkis, tarik lengannya, jegal kakinya, lalu dengan tangan kanan kurobohkan tubuhnya hingga terpelanting pelan ke belakang. Selesai.

Tunggu (sekali lagi) mungkin tampaknya aku hebat dan keren. Tapi sebenarnya, waktu itu jantungku deg-degan! Hampir mau copot dari sarangnya. Busyet! Baru kali ini aku melawan seseorang yang bukan teman seperguruan. Laki-laki pula. Takut kalah. Takut malah aku yang dijatuhkan. Kan malu. Hahaha..

Melihat adegan sekelumit itu, Pak Pimpinan puas. Jadilah aku dipekerjakan sebagai satpam. Saat itu tokonya masih ada di Plaza Marina. Culun-culun datang pake hem putih dan rok hitam, dilihatin dari rambut sampai kaki.

“Mbak mau mencari siapa?” tanya salah satu karyawan.

Setelah kubilang kalau aku ini satpam baru yang bertugas di TOPS Supermarket, eh yang bertanya malah menyungging senyum. Hiks.. tetap dirasa tidak pantas ya kalau aku ini satpam. Menyedihkan.

Ya, begitulah.

Selama dua tahun jadi satpam supermarket itu banyak sedih dan senangnya. Pernah dibentak suplier yang garangnya minta ampun. Lalu dijauhi teman yang ketahuan melakukan kecurangan lalu mempengaruhi yang lain buat memusuhi. Sering juga tidur di tumpukan kardus bekas. Menyenangkan!

Berkali-kali juga menangkap maling. Salah satunya komplotan maling kosmetik. Lelaki dengan berwajah seram. Berjalan terseok-seok menyeret kakinya yang telah penuh terisi dengan barang curian. Waktu itu aku ingat benar, duapuluh empat biji shampoo berukuran duaratus mililiter. Setelah itu, aku takut pulang. Takut diincar sama komplotannya. Hahaha..

Itulah pekerjaan pertamaku. Setidaknya buat pengalaman yang berharga. Ternyata, kerja apapun asalkan kita menikmatinya, rasanya enteng-enteng saja dilakukan. Bahkan aku jadi suka. Banyak yang kupelajari. Salah satunya belajar tegas. Lah, akukan walaupun terkenal tomboy dan mandiri aslinya dulu masih cengeng sekali. Dibentak sebentar, sakit hati lalu menangis. Hehe.. Nah hasilnya, sekarang mah uda kebal. Tidak ada yang lebih seram daripada dibentak suplier tinggi tegap, berbadan besar, hitam, bertutur kasar, dan Madura. Kalian bisa bayangkan kan bagaimana shocknya. Masih mending jika diteriakin gajah dari Kebun Binatang Surabaya. Mereka lebih lucu. Hihihi..

Nah, bagaimana dengan sahabat KBM, masih ingatkah apa pekerjaan pertama kalian?





Jan 18, 2014
20:11









PERHATIAN!! ini bukan curcol ^^






Sungguh, saat saya menulis ini, tidak ada niat buat curcol. Kalau ini dibilang sebuah curhatan, maka saya adalah manusia yang sedang galau. Tetapi maaf, galau sekarang bukan tandingan saya lagi. Anggap saja, saat ini saya sedang berbagi pengalaman. Siapa tahu, diantara sahabat ada yang bernasib hampir sama dengan saya dahulu.

Alkisahnya begini. Dahulu sekali, saat negara api menyerang, ada seorang teman, sebut saja seperti itu. Iya, kuanggap dia sekarang seorang teman. Senang sekali berkomentar tentang semua status saya di akun Facebook. Setiap status, dipatahkan, ditertawakan, dianggap mencontoh dia. Melihat kehidupan saya, bagi dia seperti sedang melihat stand up comedy!

Amazing sekali bukan teman saya ini.

Setiap posting lagu, dihina. Dikatakan itu lagu kenangannya bersama suami saya (ups, lupa bilang ya, kalau teman saya ini adalah mantan kekasih suami saya.. hohohohoho) dibilang dulu suami sering bersenandung lagu itu untuk dia. Well, well, well. Oke, childish amat bukan?

Pernah juga saat posting sedang bermesra-mesra dengan suami, eh, dibilang palsu. Sok nunjuk-nunjukin bahagia. Sok muja-muja suami. Haiyaa..apalagi ini bah.

Atau juga saat share funpage Strawberry, Ustadz Yusuf Mansyur, atau apapun yang pernah dia share duluan. Saya dibilang jiplak. Saya dibilang sedang ingin menjadi dia! Oh, my God... sinting amat nih perempuan.

Hati siapa yang tidak meradang? Diusik dan dikata-kata. Hei, siapa kamu? Wah, wah. Saya anggap dia sangat menggemari saya. Seorang penguntit. Kepower sejati banget. Tidak ada satu statuspun yang tidak dikomentari atau dijungkirbalikan olehnya.

Saya jadinya ikut membalas. Ikut berkata pedas, nyinyir, sindir sana sindir sini. Ini perang status! Gila benar.

Tetapi lama-lama, saya jengah juga. Malu dilihat teman-teman seperjuangan. Banyak yang menegur.

“Bunda, tulis saja hal yang lucu-lucu, biar kami yang membacanya juga senang.”

“Kalau Bunda begini terus, itu artinya Bunda gak ada bedanya sama dia.”

Begitu kata mereka.

Akhirnya, berangkatlah saya bertapa di gunung. Menyendiri. Mencoba mencari kebenaran dan kesejatian (halah!) Juga sering share dengan Mas Bro Panda, suami tercinta.

Apa hasilnya?

Semua itu bertitik pada mindset saya sendiri. Jika saya semakin menolak atau semakin memperhatikan, maka akan semakin tidak menyenangkan. Bagaimana jika hal ini dianggap sebagai sebuah palu yang akan membentuk karakter saya agar menjadi lebih baik lagi? Ingatlah, bahwa musuh kita adalah yang paling memahami kelemahan dan kekurangan kita. Jadi apapun yang dia katakan, terima. Aggap itu sebagai kritikan, bukan sebuah hinaan.

Kalau sebuah kritikan itu bisa dicerna dengan baik, diambil sisi positifnya, apa yang akan didapat?

Perbaikan bukan?

Nah, karena itulah sekarang saya anggap dia adalah orang yang mampu menegur kekurangan saya. Saya malah bersyukur, ada orang yang mau susah-susah membantu saya buat memperbaiki diri. Saya rasa, dari dialah cara Tuhan menegur saya. Ini sebuah anugrah, bukan musibah.

Jadi, buat “teman” itu yang masih rajin ketok-ketok pintu hati saya, menegur dengan caranya sendiri, saya ucapkan, Alhamdulillah, syukron, terima kasih. Saya banyak berubah dari dua tahun lalu, sedikit banyak juga berkat kamu.

Memang saya bukan manusia yang baik-baik amat. Saya masih pro sama negara api, masih suka bertarung melawan Ang si Avatar. Saya masih emosian dan seburuk-buruknya manusia. Tetapi, saya berubah. Cara pandang saya tentang kehidupan dan cinta sudah jauh berbeda dengan saya yang lalu.

Sekali lagi, maturnuwun ya mbakyu. Semoga perjalanan yang lalu juga benar-benar membuatmu banyak berubah. Aamiin...

Hehehe,, maka begitulah. Jika kalian sedang dalam keadaan yang sama seperti saya dahulu, sudah tahukan harus bagaimana dalam bersikap?

Tunjukan, siapa yang dewasa. Balas kebencian dengan cinta dan karya! (prinsip baru yang dicontek dari KBM) ...



Jan 12, 2014
21:42

CEKER LAPINDO







BAHAN :

- 1/4 kg ceker ayam, kukus dalam penanak nasi selama 1/2 jam agar lebih empuk
- 150gr cabai rawit merah ( sebagian dirajang kasar, sebagian dilembutkan bersama bumbu lain )
- 4 siung bawang putih
- 6 siung bawang merah
- 1 sdm gula merah serut
- terasi secukupnya ( sesuai selera )
- 3 lembar daun jeruk purut
- 1 batang serai ( bagi menjadi 3 bagian )
- 2 butir tomat
- garam dan penyedap secukupnya

CARA MEMBUAT :

- haluskan bumbu bawang merah, bawang putih, terasi, cabai rawit, gula merah dan tomat.
- panaskan minyak dalam wajan, tumis bumbu halus bersama daun jeruk dan serai sampai berbau harum.
- masukan ceker, aduk sebentar, tambahkan air, garam dan penyedap rasa, aduk, diamkan sampai air berkurang ( sesuai selera )
- jika suka, tambahkan daun bawang
- mendidih, angkat lalu sajikan bersama nasi hangat dan teh panas.

jika anda kurang menyukai pedas, cabai rawit yang digunakan bisa dikurangi sesuai selera, akan tetapi yang perlu diingat adalah, kenikmatan ceker lapindo ada pada rasa pedas dan manis yang menggeliat menjadi satu di lidah..
 
selamat mencoba ^^/ 

Sabtu, 22 Februari 2014

CINTA ANTARA TIGA



"Kau tahu Bie? Kamu seperti anak yang setelah puas bermain dengan mainanmu, lalu pulang untuk mendapat belaian dari sang Ibu. Mungkin iya, aku adalah tempatmu pulang dan melepas kelelahanmu, tetapi aku bukanlah tempatmu untuk berbagi kebahagiaan bersama. Bukan aku, Bie. Tetapi dia."

"Tetapi aku benar-benar mencintaimu, Wi."

"Caramu mengartikan rasa cinta kepadaku dan caramu mengartikan cinta kepada dia, berbeda. Aku persinggahan senjamu, sedangkan dia tempat berbagi binar ceriamu."



"Kehadiranmu memberikanku ketenangan, Wi. Dan itu tidak kudapatkan dari dia. Dalam perjalanannya, sebuah kapal layar tidak mungkin memilih berlayar pada arum jeram, dia pasti lebih memilih mengarungi samudra yang tenang. Dan seperti itulah pernikahan kita."

"Tetapi Bie, pada kenyataannya, kamu menginginkan berpetualang pada arum jeram bukan! Mengapa? Itu karena dia bisa membuat debaran cintamu kembali menyala, menjilat-jilat seperti bara api. Sedangkan jika aku? Api cinta kita tenang seperti nyala lilin."


~ seperti inikah cinta bagimu, Bie ~

SAJAK NA





Na,
sekarang aku tahu
mengapa orang memilih jatuh pada cinta yang terzinakan
daripada menahan rasa mereka

“apa?”

karena memang seperti itulah cermin diri mereka
sebab memang itulah yang diinginkan untuk terjadi
pula serendah itulah mereka mengartikan hakikat sebuah cinta

aku menoleh pada mereka yang mempunyai rasa
tetapi memilih kepada diam, hening berdoa
ketika ku bertanya, “mengapa?”
dijawab tersenyum, “karena aku takut Tuhan-ku”

lalu, Na
tidak kepada kau, yang lupa pada Tuhan-mu

Na,
terzinakan itu bukan hanya membuka tubuh kepada yang bukan laki-mu
tetapi juga mempunyai rasa dan sembunyi-sembunyi bertemu
hanya untuk memuaskan hati

kau bilang apa Na waktu itu?
“tak bisa membohongi hati”
“tak berdaya karena cinta”

tidak, karena kau memang menginginkannya terjadi

Na, ku memang takkan pernah melupakanmu
bukan karena menyimpan benci
tetapi karena kau adalah bagian hidupku

masa lalu bukan untuk dilupakan, Na
tapi untuk kita pelajari kesalahan-kesalahannya

Na,
terima kasih
jika bukan kau, aku takkan menjadi seperti ini
mampu berkisah dan memahami tiap luka
juga tangis kita bertiga..


Feb 22, 2014
19:39

Jumat, 21 Februari 2014

KEPADA, NDA




Terkadang, aku bisa menghentikan deru-deru yang berteriak di hati.
Namun lebih, aku terbenam pada kata kalah.
Ah Nda, mengapa cinta harus ada rindu?
Lalu untuk apa juga harus ada luka?

Entah..

Yang kutahu, aku cinta
dan aku sedang merindu pada waktu yang tak ada pada kita

Apa kau dengar dengung yang melindap pada lirik lagu hatiku?
Atau getar bisu pada sudut-sudut rona wajahku?

Ah, entah..

Yang kutahu, aku cinta
dan aku sedang merindu pada peluk yang hilang..


Feb 22, 2014
00:27

Senin, 17 Februari 2014

KISAH SEKOTAK COKELAT dan SEPOTONG CEMBURU



  
Pagi hari, dengan jadwal yang padat sebagai ibu rumah tangga beranak tiga membuatku harus kerja ekstra. Seperti kereta api yang tak memiliki tuas rem. Super cepat. Bangun subuh pun tidak bisa menyelesaikan semuanya dengan tepat. Kadang masih saja ada hal yang terlewat.

Menggelikan ..

Pagi ini si sulung Natasha tiba-tiba mengeluh sakit perut. Mules sekali, sampai menunjukan wajah yang meringis kesakitan. Berkali-kali harus duduk di kamar mandi. Berjam-jam. Akhirnya kuputuskan untuk libur sekolah dulu hingga dia sembuh.

Sementara si tengah Rayhan, sudah selesai mandi. Seragam sekolah sudah hendak kusiapkan. Di saat mencari seragam sekolah di lemari pakaian anak, tiba-tiba tanganku menyentuh benda kotak. Tanpa babibu, kuungkap baju yang menutupi benda tersebut.

Ah, dan ternyata itu sekotak coklat import bermerk ternama. Isinya selusin coklat berbentuk bola dengan bungkus warna kertas mengkilat berwarna emas, hitam dan coklat tua. Cantik sekali.

Seketika itu pula hatiku berbunga-bunga. Harum dan merekah warna-warni. Sudah layak untuk dipetik dan dipajang di vas bunga. Berpikir jika coklat itu untuk diriku. Sebuah kejutan!

“Loh, kok ada coklat di sini?” tanyaku pada suami yang sedang berbaring sambil menikmati film kartun di televisi.

Suami tampak sedikit terperanjat. Nadanya tampak benar jika dia sedang lupa jika menyimpan sekotak coklat di lemari baju anaknya.

“Oh iya ayah lupa, bun.”

“Coklat dari mana?”

Ditanya begitu, suami hanya diam. Tetapi tampak raut mukanya menunjukan kesan aneh. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Aku semakin penasaran. Sangat! Dari mana coklat import yang mahal seharga ratusan ribu rupiah itu bisa ada di lemari? Suami bukanlah tipe yang suka makan coklat apalagi membeli yang mahal. Bukan sifat dia sekali. Kalau memang ini untuk aku, mengapa wajahnya seperti itu?

Hati mulai dimakan kata curiga. Ada debaran pelan yang menusuk. Pikiran juga mulai mengambang, menerka-nerka pada sebuah nama.

“Dari siapa ini coklatnya?!” tanyaku lagi. Sekarang lebih sedikit jengah.

“Ehm, itu dari mamanya Kinanti.” jawab suami mulai lebih santai daripada tadi.

Deg! Tuh, benarkan. Dari dia. Mimik mukaku langsung muram.

Kinanti itu anak bungsuku yang baru berusia tiga tahun. Kalau suami sudah menyebut istilah “Mamanya Kinanti” itu artinya dia sedang menyebut nama sahabatnya, Poppy.

Iya Poppy, siapa lagi yang bisa membakar cemburuku selain wanita lajang yang berparas cantik, tinggi, berbadan putih mulus dan memiliki senyum yang sangat indah. Ah, mau menangis saja rasanya begitu tahu kalau coklat itu dari Poppy.

Hiks.. Hiks..

“Bunda..” suami mencoba menyapa dengan nada halus, tetapi tak segera kujawab. Aku cemberut. Sebenarnya sih tidak ingin menampakkan wajah burukku, tetapi entahlah, muka ini tiba-tiba sudah begitu pintarnya mencerminkan situasi emosi hati.

“Bunda, sini dong.”

Ditariknya tanganku lembut. Aku masih manyun. Suami yang saat itu tengah duduk bersila di atas tempat tidur, merebahkan tubuhku di pangkuannya. Pasrah, tak kutolak caranya dia memperlakukan diriku.

“Jangan marah ya,” katanya. Kupeluk tubuh suami, hangat. “ayah jadi merasa bersalah sama bunda. Itu coklat sebenarnya mau kuberi ke bunda tadi malam, tetapi lupa. Kan ayah gak suka coklat, setelah diberi Poppy, langsung ayah bawa pulang buat kalian.”

Lupa? Mengapa disembunyikan ke dalam lemari? Mengapa tidak ke dalam pendingin saja kalau alasannya cuman karena takut meleleh. Bertubi-tubi pembenaran kupaku ke dalam hatiku.

“Bunda mengapa sih kok cemburu sekali sama Mamanya Kinanti? Dia hanya memberi coklat saja bukan. Apa masalahnya?”

Iya, mengapa aku cemburu? Bukankah itu hanya sebuah coklat saja.

Pertanyaan yang bagus. Mungkin dikarenakan keisengan suami sendiri yang membuat istrinya yang tidak terlalu cantik, kurus, berjerawat, dan kalah pamor ini menjadi cemburu setiap kali mendengar atau apapun yang bersangkutan dengan Poppy. Percaya diriku menjadi jatuh hingga terbenam ke dasar bumi! Beneran, aku tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan fisik gadis itu.

Suami dan Poppy sudah bersahabat sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Beberapa tahun ini mereka mulai dekat dikarenakan ada sedikit usaha suami yang dibantu oleh Poppy. Memang suami sering bertandang ke rumah gadis cantik berusia duapuluh sembilan tahun itu, tetapi dalam urusan kerjaan. Namun sejak tragedi foto, pertahanan rasa percayaku jebol.

Loh kok foto? Lah suami itu nakal juga kalau aku bilang. Di handphone-nya, banyak bertebaran foto-foto Poppy. Dari berbagai pose. Ada yang close-up, bahkan ada yang menyelonjorkan kaki di depan jendela dengan hanya mengenakan kaos ketat dan hotpants super pendek.

Hiks.. Hiks.. bagaimana aku tidak cemburu. Fotonya menghantui di mana-mana. Bahkan di laptop kami juga. Ah.. nasib kalah cantik ya begini nih.

Sudah sering kuutarakan kisah sedih hatiku pada suami, tetapi eh, malah ditertawakan. Dia mati-matian berusaha menjelaskan bahwa tidak ada apa-apa antara mereka. Tetapi, dasar akunya yang bengal, masih saja cemburu. Pada akhirnya, mungkin karena alasan untuk menjaga perasaanku, suami jadi jarang ijin kalau sedang bertandang ke rumah Poppy. Biasanya berbohong. Tetapi karena istrinya ini super sensitif, eh tahu juga.

Sering kami saling diam, marahan. Tetapi lama-lama aku berpikir, oh iya, toh ini juga karena kesalahanku yang sering ceburu buta padanya. Mengapa tidak berusaha lebih percaya lagi saja? Soal foto-foto itu, biarlah. Anggap saja memang hanya suami yang mengagumi kecantikan sahabatnya.

Toh kalau aku semakin menekan dan menjudge terus, malah akan semakin jengah. Bunda harus lebih sabar ya menghadapi pikiran buruknya sendiri. Begitu statement yang kudoktrin pada pola pikirku.

Akhirnya, adegan cemburu pagi ini bisa kuatasi. Sedikit memang rasa itu muncul. Sekelumit menyapa hati. Tetapi tekadku jauh lebih kuat daripada cemburu pada sekotak coklat dari Mamanya Kinanti..

Kupeluk semakin erat tubuh hangat suami. “Sudah kok, yah. Bunda sudah tidak cemburu lagi.”

“Benarkah? Tapi wajah Bunda tidak bisa berbohong loh.”

Dengan sigap kucubit pinggang suami yang tebal karena lemak itu. Gemas sih. Sudah tahu istrinya sedang menekan-nekan perasaan cemburu, eh mala masih digoda.

Suamiku tertawa. Lalu setelah puas meluapkan tawa kerasnya, dia mendaratkan ciuman bertubi-tubi di kening dan pipiku.

“Bunda kenapa kok marahan sama ayah?” tanya Natasya. Wah peka sekali perasaan anakku yang baru berusia tujuh tahun ini ya.

“Iya, gara-gara ayah dapat coklat valentine dari Mama.” Jawabku pura-pura sewot. Yang tentu saja membuat suami yang berdehem sambil menarik bibir ke samping. Kini akhirnya gantian aku yang bisa tertawa menggoda ayah.

Ah, ya sudahlah. Ini bumbunya pernikahan. Cemburu boleh saja, asal kita harus tahu bagaimana cara memaknai rasa cemburu itu. Bukannya malah membabi buta kecemburuan menjadi sesuatu yang nantinya akan menjadikan ketidaknyamanan di rumah. Kalau sudah begitu, apa masih mau seorang suami itu betah berada di sisi istrinya.



Feb 18, 2014
10:11

Rabu, 12 Februari 2014

HENING MERAJUK



“Berhentilah menemaniku.”

Hening menggerutu pelan.

“Apa kau sedang bermimpi? Kita ini sejiwa, tidak mungkin salah satu dari kita bisa pergi begitu saja, Hening.”

“Tapi aku jengah sama kamu. Bosan.”

“Mengapa?”

“Kau membuatku semakin kelam. Bukan seperti itu diriku yang sebenarnya. Selama ini, kaulah yang menutupi binar cerahku, Sunyi.”

Sunyi terperangah. Sinar wajahnya mulai mengusut, kecewa dengan perkataan Hening.

“Kata-katamu menyakitkan, Hening. Tak seharusnya kau ucap seperti itu.”

Hening terdiam, memilih bersembunyi kepada sang Bisu. Guratan-guratan halus pada wajahnya, semakin nampak menyeruak. Menunjukan usia yang sangat tua. Uzur sekali. Renta seperti sang Bumi.

“Hening..” desah Sunyi memohon.

“Aku ingin bisa berpendar seperti sinar Bulan yang terpantul pada bibir Laut di malam hari. Ingin berwarna dan berwarni seperti Pelangi yang menengok Bumi setelah sang Hujan turun. Juga ingin bisa bersenandung merdu seperti suara Angin yang berdesir di sela-sela rerimbun pohon, menarikan tarian semilir bersama daun-daun.” Hening menghentikan omelan panjangnya sebentar. Ditatapnya mata Sunyi lamat-lamat. Bulir bening mengalir dari sudut penglihatan Hening.

“Aku, aku hanya tak ingin hanya menjadi sebuah Hening yang tak bersuara karena terperangkap dalam dekap Sunyi. Aku ingin hidup, bersinar, dan lebih memberi manfaat pada manusia.”

Hati Sunyi terenyuh, haru. Dibelainya rambut Hening yang memanjang indah dengan gelombang lembutnya. Pelan, pelan dan pelan. Penuh cinta.

“Kau bukan Bulan yang mempesona dengan keanggunannya. Bukan Pelangi yang ceria dengan carut warnanya. Juga bukan Angin yang pandai menari riang menghibur dedaunan, hingga mereka termabukan dan akhirnya jatuh gugur ke tanah. Bukan. Engkau hanya sebuah Hening sayang. Jadilah dirimu sendiri, jangan cemburu dengan yang lainnya.”

Sunyi mengangkat dagu Hening dengan jemari lembutnya, “kau adalah Hening yang cantik. Engkau anggun walaupun tanpa perlu bersuara. Manusia mencintaimu dengan caranya sendiri. Mereka membutuhkanmu, Hening. Tanpa kamu, mereka tidak mungkin bisa merasakan kesendirian, tidak bisa merasakan kehampaan. Tidak bisa memahami kesejatian diri mereka sendiri. Setelah bersetubuh dengan dirimulah, manusia bisa kembali bangkit. Bisa kembali menghadapi masalah mereka.”

“Benarkah?”

“Iya, Hening. Pada sela-sela senyumanmu itu, manusia belajar berpikir tentang masa depan. Mereka butuh kamu, butuh keheningan untuk bisa memaknai sesuatu. Kau tahu itu bukan.”

Senyum Hening merekah. Matanya kembali berbinar cerah.

“Nah, begitulah kamu, Hening. Kau cantik dengan kesunyianmu.”



Feb 13, 2014
11:17




MENGHADAPI TRAUMA SETELAH DISELINGKUHI SUAMI



  
Pertama, pahami dahulu tentang ini :

Mengapa saya membidik judul ini? Seolah-olah seorang suami lebih banyak berbuat serong dari pada seorang istri... Tunggu, mohon jangan berpikiran negatif dahulu. Memang tindakan seperti ini bisa dilakukan siapa saja, jika ada niat dan kesempatan. Nah, di sini saya adalah seorang istri, jadi akan lebih mudah memahami dan berpikir dari sisi sebagai seorang istri yang tersakiti setelah diselingkuhi suami.

Lalu kedua, secara psikologis, jika seorang pria telah diselingkuhi oleh istrinya, pilihan dia adalah 'pergi dan cari pengganti untuk mengobati luka hati'... Sedangkan seorang wanita, lebih memilih untuk bertahan dan memperbaiki rumah tangga mereka. Mengapa? Pria, lebih mengutamakan harga diri. Dia diselingkuhi, berarti harga dirinya telah diinjak dan itu hal yang memalukan. Sementara wanita, lebih memikirkan perasaan anak-anak. Lebih memikirkan posisi mereka, bukan dirinya.

Seperti pada sebuah kisah pada buku NEW CATATAN HATI SEORANG ISTRI oleh ASMA NADIA, ada ungkapan salah satu tokoh yang patut kita selami. Mengapa dia memilih bertahan dan memaafkan sang suami? Jawabnya,  “Ada banyak hati yang harus aku jaga....”

Subhanalloh... belajar memaafkan memang susah, tetapi di situlah pintu surga berada.

Jika Anda memilih jalan untuk tetap mempertahankan rumah tangga bersama suami, hal yang utama adalah, lakukan dengan sungguh-sungguh. Jangan setengah-setengah! Mubadir. Tidak akan memperoleh suatu perbaikan. Mantapkan niat pada hati Anda, lalu buktikan! Perjuangkan.

Saya sangat tahu, luka seperti ini tidak mungkin bisa hilang begitu saja. Ini masalah hati, masalah kepercayaan. Butuh berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk bisa lepas dari kesedihan yang terus menerus mencabik hati. Mereka para pelaku perselingkuhan, tidak bisa memahami perasaan ini. Dalam pikiran mereka seperti ini, “Ayolah, lupakan kesalahanku, jangan diingat terus dan jangan judge aku selamanya. Toh aku sudah kembali kepadamu, meminta maaf dan sedang belajar untuk berubah.”

Memang begitu jalan pikiran mereka. Bagi saya itu tidak apa-apa, namun coba katakan pada pasangan, bahwa Anda pun juga sedang belajar memaafkan dan melupakan, hanya saja membutuhkan waktu yang lebih lama. Tidak secepat meminta maaf, kembali kepada keluarga, dan melupakan tindakan gila mereka. Ini trauma, sebuah pukulan pada psikologis. Lalu, katakan juga, belajarlah untuk menerima trauma Anda, dan mintalah suami agar mau mendukung  penyembuhan Anda, tanpa terus menjudge Anda juga.

Setelah itu, apa yang harus dilakukan?

Saat suami telah mengerti akan perasaan Anda, inilah waktunya Anda bertarung dengan diri sendiri. Di situlah musuh terbesar yang sebenarnya. Bukan suami dan pasangan selingkuhnya.

Makin dekatkan diri Anda pada Tuhan. Dialah penolong dari segalanya. Anda mungkin bisa bercerita pada semua manusia yang Anda anggap teman, sahabat, atau apa pun, tetapi satu-satunya yang bisa menenangkan hati Anda adalah doa kepada-Nya. Jika ingin menangis, menangislah di bahu-Nya. Setelah itu, bangkit kembali.

Hapus pertanyaan “Mengapa?” “Kok dia bisa tega, ya?” atau “Bagaimana bisa?” dari hati Anda. Jangan mencari sebuah alasan, tetapi cobalah memahami. Jika yang Anda cari hanyalah alasan-alasan bodoh yang menyakitkan, tentang mengapa suami bisa tega berselingkuh di belakang Anda, yang didapat hanya hal-hal negatif. Bukan memperbaiki, tetapi malah menjerumuskan diri Anda sendiri ke dalam keterpurukan.

Hilangkan juga perasaan menyalahkan diri sendiri, merasa kurang mampu melayani suami sehingga dia berselingkuh. Ada beberapa pria yang menggunakan alasan 'karena kekurangan dan kesalahan Anda-lah akhirnya mereka berselingkuh', jangan percaya. Saya sungguh-sungguh! Itu hanya sebuah pembenaran mereka.

Ingat, selingkuh dilakukan secara sadar! Mereka tahu mereka salah tetapi tetap memilih jalan itu. Mereka sengaja melupakan Anda dan keluarga, berani mempertaruhkan kebahagiaan pernikahan hanya karena sebuah kesenangan. Pikiran yang sering dipergunakan adalah “Ah, tidak apa-apa, asal istri tidak tahu, dia tidak akan terluka.” Kalau sudah seperti itu, apa masih Anda percaya kalau itu kesalahan Anda?

Jadi, buang ya pemikiran menyalahkan diri sendiri. Anda sudah sangat terluka, jangan makin ditambah dengan membuat diri Anda bersalah karena menjadi penyebab perselingkuhan suami. Anda harus kuat menolak pembenaran itu. Tetapi, bukan berarti Anda merasa yang paling benar. Dalam perjalanan penyembuhan, lakukan juga intropeksi diri. Buat list tentang sifat-sifat buruk Anda, lalu lakukan perbaikan. Buat diri Anda menjadi seorang istri yang lebih baik lagi perilakunya dalam melayani semua kebutuhan suami. Perbanyak senyum, kurangi mengomel, buat dia semakin betah dengan Anda. Sentuh hati kecilnya yang dulu sangat mencintai Anda. Saya percaya, tidak ada hati yang tidak bisa ditaklukan dengan cinta dan kasih sayang! Di sinilah poin terpentingnya Bunda ^^ Semangat ya....

Kemudian, pusatkan perhatian Anda pada hal-hal yang positif. Misalnya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan Anda. Membantu orang lain bisa memperbaiki mood hati Anda menjadi lebih baik. Atau bisa juga mulailah belajar menulis. Percaya atau tidak, menulis itu memiliki kekuatan penyembuhan. Efek yang dihasilkan dari aktifitas menulis mampu membuat seseorang menjadi lebih tenang dan lebih bisa melepaskan.

Dalam beberapa waktu, ingatan-ingatan yang menyakitkan, pasti akan menyeruak kembali. Bisa jadi saat itu terjadi Anda akan kembali rapuh. Itu hal yang wajar. Seperti yang saya utarakan di atas, bahwa trauma seperti ini tidak mungkin bisa 100% dilupakan begitu saja. Adakalanya tiba-tiba teringat, lalu menangis. Emosi Anda jadi tidak terkontrol lagi.

Penyebabnya bisa karena hormon (pada saat anda mengalami Pra Menstruasi Sindrom) atau bisa juga karena sedang bertengkar dengan suami Anda. Ujung-ujungnya pasti ungkit-ungkit hal ini lagi.

Tidak apa-apa jika hal itu terjadi, hanya saja Anda harus pintar menghadapi perasaan Anda sendiri. Jangan mau dikalahkan oleh emosi sesaat. Hadapi. Perangi. Tetapi bukan berarti dipaksakan. Dipaksa harus lupa, harus lupa, harus lupa... tidak! bukan begitu caranya.

Biarkan Anda menikmati prosesnya. Coba bersahabat dengan trauma. Manage emosi Anda. Mungkin saat pertama kali, rasa sakitnya bisa berhari-hari. Coba tekan pelan-pelan menjadi hanya dua hari, lalu perpendek menjadi sehari, tiga jam, dua jam, begitu seterusnya. Turunkan level amarah Anda. Pelan-pelan saja, biarkan waktu yang menemani perjuangan Anda. Ingat, semakin Anda berusaha keras untuk melupakan, Anda akan semakin merasa sakit!

Harus bisa! Ini hidup Anda. Jangan mau dikalahkan oleh masa lalu.

Bikin sebuah pernyataan pada diri sendiri, yang bisa membuat diri Anda kuat dan kembali bangkit ketika sedang limbung. Anda bisa buat sendiri atau menculiknya dari para motivator yang berserakan di akun-akun facebook, twitter, buku atau apa pun.

Misalnya seperti ini : “Oh iya ya, buat apa aku harus iri dan cemburu pada wanita yang mengumbar aurot dan bermesra-mesra dengan suamiku? Merekakan sedang berbuat dosa, lah buat apa aku iri sama orang yang lagi berbuat dosa. Bodoh sekali, gak penting kan? Dari pada ikutan dosa hati, lebih baik banyakin ibadah.”

Yups! Kalau mau iri dan cemburu, iri dan cemburulah pada yang sering berbuat amal, shodaqoh, dan beribadah pada Tuhan. Bukan pada yang sedang berzina ... (ekstrim ya? tapi semakin ekstrim bisa semakin meningkatkan kemampuan menguatkan hati, kalau saya sih ^^ hehe..)

Banyakin beristighafar, serahkan saja semua kepada Tuhan. Apa-apa yang tidak Anda ketahui, dan yang ingin Anda ketahui (karena sedang curiga atau cemburu). Ikhlaskan saja. Carilah ridho Tuhan Anda, karena Dia-lah yang akan menjamin kehidupan kita di akhirat kelak, bukan manusia lain!

Fokuskan hidup Anda hanya pada ibadah dan anak-anak. Fokus memperbaiki diri, lebih memperhatikan kebutuhan suami, melayani dengan ikhlas dan bersabarlah. Titik!

Nah, Bunda... apa pun jalan pilihan Anda, jangan mau menyerah. Hidup itu bukan untuk saat ini saja, tetapi juga kehidupan di akhirat kelak...



-A.M.120214-