Senin, 24 Februari 2014

PERJALANAN HIJABKU



  
Ah, jilbab..

Dulu aku begitu mudahnya meremehkanmu. Mencibir kesederhanaan dan keanggunanmu. Mengatai mereka yang berjilbab panjang sebagai manusia sok alim yang tidak tahu bagaimana cara menikmati hidup dan terbelakang jaman. Pun juga menghina dalam hati kepada mereka yang berjilbab setengah-setengah. Mengenakan jilbab tetapi terlihat leher dan dada.

Tetapi aku salah..

***

Yup, sedikit banyak, itulah pandanganku tentang jilbab dahulu. Miris, padahal itu hanya sebuah kain penutup saja, tetapi mengapa aku tidak bisa memakainya?

Aku ini terkenal tomboy. Cuek, cara jalannya gagah, omonganku kasar, sangat lihai sekali dalam mengumpat, pemarah, mudah tersinggung, dan pembenci sekali. Hari-hari hanya diisi dengan pikiran negatif. Bahkan aku mendapat julukan “preman”. Lah kok bisa? Karena kalau sudah marah, gak bakal noleh kanan kiri atau siapa yang akan dihadapi. Laki-lakipun kutantang dengan menunjuk hidungnya dalam jarak cuma selebar jari-jari tangan yang terbuka!

Beneran, aku gak mengada-ada. Seburuk itulah aku dulu. Lagu yang mengisi hari-hariku itu lagu-lagu setan. Korn, Limpbizkit, System of Down, Distrubed. Itu yang masih berbau sedikit slow. Bahkan musik underground-pun pernah kulahap dengan tenang.

Ah, masa kelam ya.. sekarang jadi malu kalau ingat itu. Padahal dulu aku merasa sangat keren tiap kali mendengarkan lagu-lagu itu. Ah..

Waktu itu masih bekerja di salah satu supermarket ternama. Setelah dua tahun menjadi satpam, aku hendak dipindahkan ke departeman kasir. Tapi kutolak. Malas sekali ribet dengan kaum wanita yang super duper bawel dan amboi, ramai sekali kalau berceloteh. Akhirnya dengan sedikit nekat, aku memilih menjadi salah satu staff butcher saja, yang didominasi kaum lelaki. Ya jelaslah semua kaum lelaki, wong kerjanya berat. Sudah begitu, harus siap menghadapi barang-barang berbau amis dan menjijikan.

Tetapi aku suka. Bergumul dengan darah daging sapi segar, bau amis ikan yang harum semerbak, dan menikmati saat mencincang ayam utuh menjadi bagian-bagian yang kecil. Rela menghadapi saat semua itu dalam keadaan busuk dan berbau. Belum lagi menyukai kengerian saat memotong tulang iga beku atau buntut sapi beku dengan alat pemotong daging bernama “bonesaw”. Kalian tahu bagaimana bentuknya? Sebuah mesin pisau gergaji tipis dengan gigi-gigi runcing, yang berputar-putar secepat mesin gergaji pohon. Sedikit lengah saja, jari-jarimu akan terpotong! Sudah banyak teman sejawat yang mencicipi pedihnya terpotong mesin itu. Dan tentu saja, cacat adalah taruhannya.

Sudah bisa membayangkan bagaimana jantannya aku ketika itu?

Nah, bekerja di supermarket, saat bulan Ramadhan diwajibkan memakai jilbab. Dan jujur, saat itu sangat menyiksaku. Sudah tidak suka dengan kain persegi yang tipis berkibar-kibar itu, eh malah dalam keadaan bekerja dipaksa memakainya. Jelas-jelas akan menyusahkan ruang gerak.

Sedikit-sedikit lepas jilbab. Gerah. Rambut rasanya gatal. Panas. Padahal, tempat kerjanya kan be-AC. Tetapi badan ini kok rasanya berkeringat terus ditutupi seluruh tubuh seperti itu. Sesak.

Bahkan, sering aku ngumpet masuk ke dalam ruangan frozen yang sebesar kamar tidur, tempat menyimpan barang-barang beku. Seperti daging, ayam, kentang, nugget. Berdiam lima menit di situ, setelah puas baru keluar lagi. Atau kalau tidak di situ, lebih sering memasukan serutan es batu dari mesin “ice maker” ke dalam baju! Wah, ironis sekali ya.

Menyedihkan, sampai segitunya aku dengan jilbab.

Hingga suatu hari, saat membuka akun facebook, aku melihat sebuah postingan. Kurang lebih bunyinya seperti ini :

“ Wanita-wanita yang tidak menutup auratnya dan berjilbab itu, mereka akan menyeret ayahnya, suaminya, adik laki-lakinya dan anak laki-lakinya ke dalam api neraka. Mereka akan abadi di dalamnya.”

Deg!

Aku langsung ingat Papaku. Ingat suamiku. Nangis rasanya hati ini. Apalagi saat melihat si kecil Arvin dan Chesna. Rasanya aku ini ibu yang sangat jahat sekali jika menyebabkan kedua malaikat kecil yang mencintaiku itu masuk neraka. Hiks..

Akhirnya pelan-pelan kumantapkan hati. Semakin mencari-cari hukum tentang berjilbab bagi wanita. Baca sana baca sini. Memahami ini dan itu. Semakin aku tahu, semakin terasa ngeri hati ini. Sungguh, dalam hati aku bertanya, kemana saja kau selama ini?! Ini agamamu, mengapa hal wajib yang mendasar seperti ini saja selama tigapuluh tahun kau tidak mengetahuinya! Hello..

Astaghfirullohal’adzhim.. aku istighfar terus dan terus.

Hingga suatu malam akhirnya akupun meminta ijin pada suami. Nah, kegalauannya dimulai dari sini. Saat kuutarakan, suami hanya terdiam. Tidak menyetujui pun juga tidak melarang. Aku tahu benar akan hal ini. Jujur, dia sebenarnya tidak suka dengan wanita berjilbab. Kenapa? Sama, bagi dia jilbab itu bukan hal yang modis jika dipandang. Wanita harus rela dilihat menutupi mahkotanya yang indah, rambut, dan itu membuatnya tidak nyaman.

Hatiku sedih. Sangat sekali. Berhari-hari menimang nimang. Seorang teman bahkan berkata padaku, “mbak, banyak teman-temanku yang diselingkuhi suaminya, karena mereka nekat berjilbab dan suami tidak mengijinkan. Alasannya karena istri sudah tidak cantik dan enak dilihat, tidak bisa dipamerkan kecantikannya di depan teman-temannya lagi.”

Aku langsung perih. Apa iya nantinya akan seperti itu? Rasa takut terus menggerogoti. Aku jadi lebih paranoid!

Sampai suatu hari, aku melihat sebuah postingan (lagi-lagi di facebook) fun page bunda Asma Nadia tentang bukunya “La Tahzan for Hijabers”. Seketika itu juga pesan buku di mas Agung Pribadi. Berhari-hari kubaca. Isinya sangat menginspirasi sekali, benar-benar menyentuh perjuangan para wanita-wanita muslim dalam mempertahankan jilbab mereka. Hatiku tersentuh dan bergetar hebat!

“Hei, lihat perjuangan dan semangat itu. Bahkan ujianmu ini belum seberapa jika dibanding dengan mereka. Ayo berdiri dan kuatkan hatimu, ini wajib, penyempurna agamamu. Maka berjuanglah!”

Subhanalloh.. aku menangis. Iya, aku mantapkan hati berjilbab. Tidak mengapa walaupun suami tercinta masih belum terbuka hatinya, di sinilah tantanganku. Di sinilah Allah menguji keseriusanku. Benarkah aku mampu atau hanya ingin ikut-ikutan trend saja?

Dia, sang pemberi kehidupan, hendak menguatkan hatiku menjadi lebih baik. Aku yakin dan percaya, bahwa dengan semakin menggenggam tangan-Nya, tak ada hal yang tak mungkin.

Maka, perlahan dan dengan kesabaran cinta pada suami, kutunjukan kebenaran jilbab dalam hukum-hukum islam. Sedikit-sedikit kusentuh hati kecilnya. Agar kekasih halalku tahu, bahwa jilbabku adalah pelindung kebaikannya. Adalah bukti betapa besar rasa cintaku teruntuk dia. Sedikit demi sedikit, kurubah pula caraku melayani suami. Kutunjukan bahwa, inilah yang kudapatkan dari belajar agama. Terus setiap hari berdoa memohon pada-Nya agar diberi kemudahan. Terus dan terus.

Dan kini, perjuangan enam bulanku bersama jilbab, akhirnya membuahkan hasil. Alhamdulillah, sekarang suami bisa menerima kehijabanku. Bahkan jika hendak keluar rumah, dia sering mengingatkan, “Bunda tidak pake jilbab?” Senang sekali rasanya. Bahkan bukan itu saja yang kudapat setelah aku berjilbab.

Kalian tahu? Jilbab benar-benar mampu menahan semua keburukan keluar dari jiwa kita. Kain yang dulu kuremehkan itu, membuat hati semakin adem. Benar-benar tentram. Kebencian, kemarahan, dan emosi yang dulu meluap-luap, sudah mampu kutata dengan baik. Karena apa? Karena pengaruh jilbab. Ingat dengan semua larangan-Nya. Rasa panas, gerah atau gatal di rambut tidak kurasakan lagi. Subhanalloh, inilah yang namanya niat. Kekuatan yang kurasakan karena hangatnya agama yang menyejukanku benar-benar menenangkan!

Memang belum sempurna kemampuanku memahami kembali agama yang dulu pernah kutinggalkan. Perjuangan dan perjalanan hijabku pun belum berlabuh pada kata selesai. Masih perlu banyak belajar dan belajar. Menambal semua kekurangan yang tertinggal jauh. Tetapi aku yakin, Allah, pasti menjagaku.

Aamiin..



Jan 28, 2014
8:59






Tidak ada komentar:

Posting Komentar