Selasa, 08 September 2015

BALADA DARTO DAN GADIS BERMATA BIRU MUDA - AKU AKAN DATANG MENEMUIMU


BALADA DARTO DAN GADIS BERMATA BIRU MUDA

 

 

Sumbuk menepi, fajar belum bermuka

Terdengar suara tangis di ujung utara

Darto muda mengendap langkah, memasang mata

Terlihatlah orok cantik berselimut nila

 

Gadis cantik kini telah remaja

Rambut gelombang mata biru muda

Dalam hening ia sering bertanya,

“Ibu di mana, Ayah?”

Membuat Darto renta mengaranglah sebuah balada

 

Hei, anakku, dengarlah kisah cinta ayahmu

Ibumu adalah lautan cantik yang menawan

Menggoda ayah menambatkan diri pada karangkarang ungu

 

Hei, anakku, ayah mabuk bukan kepalang

Menikahinya hingga tak pernah henti besenggama

Hidup bersamanya layaknya hadir dalam sebuah surga

 

Hei, anakku, kelahiranmu adalah berkah

Ia berkata, lautan tak bisa hidup bersama manusia

Maka menangislah ayah di punggungnya yang basah

 

Hei, anakku, ayah pulang membawa cinta

Mendidiknya hingga cantik jelita

Berbudi luhur dan berhati dewa

 

Gadis mata biru riang tak terkira

Mendekap Darto penuh suka cita

Pelan ia berbisik, pada cuping yang sudah menua

“Ayah, aku tahu engkau bohong, tapi kisahmu begitu indah.”

 

 

-A.M.170315-





AKU AKAN DATANG MENEMUIMU

 

 

Tak ada senja di tempatku, ujarmu

Hanya kegelapan

 

Tak ada suara di tubuhku, ujarmu

Hanya kesunyian

 

Tak ada kebahagiaan di duniaku, ujarmu

Hanya kebusukan tentang kematian

 

Tak apa, jawabku

Aku ingin kegelapan yang paling pekat

Aku mencintai kesunyian yang paling hening

Aku mencumbui kebusukan layaknya kematian

 

Aku akan datang, jawabku

Di tubuhmu

Di mulutmu yang kokoh

Di dekapmu yang hangat

Di matamu yang penuh siksa tentang dosaku

 

Bukankah, tak ada cinta melebihi kesejatian sang mati?

 

Aku akan datang menemui

Sebentar lagi

Setelah kuhilangkan napasku

 


-A.M.170315-

Rabu, 02 September 2015

IBU SIAPA DI UJUNG GANG ITU?


Oleh : Ajeng Maharani


Ibu siapa di ujung gang itu?
yang berceloteh tentang kelangkangnya yang dikoyak waktu
Ibu siapa di ujung gang itu?
yang memaki bendera merah-putih di pos ronda kampungku
Ibu siapa di ujung gang itu?
yang meludahi tanah lalu mendongak langit dalam bisu
Ibu siapa di ujung gang itu?
yang memakan bangkaibangkai kelabang tanpa malu
yang tertawa tercungap-cungap dalam suara-suara pilu
yang meniduri malam dengan begitu jantan tanpa tabu
yang penuh binal menyumpahi lelaki berkopiah hitam di pigura rumahmu


Hei, Ibu siapa di ujung gang itu!
yang pahanya dilelehkan besi panas berwajah arit dan palu
yang berteriak, “Mana Tuhanmu?! Mana Tuhanku?! Mana kelelakianmu?”
lalu sekonyong-konyong menangis dan berkata rindu zaman dulu
berjalan tertatih-tatih melintasi kepala gundul batu-batu
berkelamin dengan tembang genjer-genjer, lantang tanpa takut atau ragu

Hei, Kawanku ....
tahukah kau
Ibu siapa di ujung gang itu?


Sidoarjo, 010915