Senin, 24 Februari 2014

AKU PERNAH MENJADI SATPAM!



Sstt..

Jangan terkejut. Aku pernah jadi satpam. Iya, satpam. Lengkap dengan baju atasan putih dan rok selutut dengan seabrek perlengkapan yang tertenteng di pinggang. Sebuah handytalk besar berwarna hitam dan pentungan sepanjang lengan anak ketigaku, Fiqha. Belum lagi sepatu bersol tebal yang sangat memberatkan langkah! Seperti memakai sepatu kayu milik Pinokio saja rasanya.

Apa? Tidak percaya..

Hahaha, sama dong. Awalnyapun aku juga tidak menyangkah kalau setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas, seorang tetangga menawarkan sebuah pekerjaan di kantornya. Dan itu adalah menjadi satpam di salah satu supermarket terbesar di Surabaya. Mereka lagi butuh seorang satpam wanita.

Kok menawarinya ke mbak Ajeng loh? Mengapa bukan orang lain saja?

Karena di tempat tinggalku, aku memang terkenal tomboy. Satu hal lagi yang mendukung, tetanggaku tahu kalau aku ikut salah satu perguruan bela diri di sekolah. Jangan ditertawakan, please. Nama perguruannya, Siaw Liem Sie Garuda Mas. Sudah sabuk coklat! Dan itu tingkatan ke lima.

Kalian tahu tidak, jurus ke lima yang sedang kuperdalami saat itu?

Bangau! Binatang yang terlihat lemah dan biasa-biasa saja tetapi sangat cepat saat menangkap ikan di air. Dia lembut dan tenang, tetapi mematikan!

Tunggu, jangan kalian tanyakan bagaimana saja gerakan bangau itu, aku sudah lupa. Sudah memudar seiring waktu bertahun-tahun lalu. Ha-ha.

Kembali ke cerita utama. Walaupun aku kurang meminati pekerjaan yang ditawarkan, tanpa babibu, akhirnya berangkat juga melamar. Bermodal ijazah terakhir, sertifikat-sertifikat pendukung, dan tentu saja, piagam yang aku dapatkan dari perguruan. Semuanya bondo nekat!

Bismillah, untuk sementara tidak apa-apalah. Buat membantu meringankan tanggung jawab Papa yang saat itu masih memiliki tanggungan tiga anak lagi. Toh ini juga kewajibanku sebagai anak pertama.

Begitu datang dan bertemu dengan petinggi perusahaan cabang Surabaya, semua masih melihat aneh padaku. Bagaimana tidak. Aku berpawakan tidak memadai sebagai seorang satpam. Tidak kokoh, tidak dempal, pun tampak tidak tegas. Berat badan hanya tigapuluh sembilan, dengan tinggi seratus enampuluh, kurus sekali.

Dalam kebimbangan, Pak Pimpinan menantangku buat melawan salah satu anak buahnya. Laki-laki. Tinggi, berkulit hitam kecoklatan. Disuruh begitu, aku hanya tersenyum saja. Maklum, masih lugu. Lalu apa yang terjadi? Sekejab mata berkedip (halah!) laki-laki itupun sudah jatuh ke tanah.

Dia menghantam, kutangkis, tarik lengannya, jegal kakinya, lalu dengan tangan kanan kurobohkan tubuhnya hingga terpelanting pelan ke belakang. Selesai.

Tunggu (sekali lagi) mungkin tampaknya aku hebat dan keren. Tapi sebenarnya, waktu itu jantungku deg-degan! Hampir mau copot dari sarangnya. Busyet! Baru kali ini aku melawan seseorang yang bukan teman seperguruan. Laki-laki pula. Takut kalah. Takut malah aku yang dijatuhkan. Kan malu. Hahaha..

Melihat adegan sekelumit itu, Pak Pimpinan puas. Jadilah aku dipekerjakan sebagai satpam. Saat itu tokonya masih ada di Plaza Marina. Culun-culun datang pake hem putih dan rok hitam, dilihatin dari rambut sampai kaki.

“Mbak mau mencari siapa?” tanya salah satu karyawan.

Setelah kubilang kalau aku ini satpam baru yang bertugas di TOPS Supermarket, eh yang bertanya malah menyungging senyum. Hiks.. tetap dirasa tidak pantas ya kalau aku ini satpam. Menyedihkan.

Ya, begitulah.

Selama dua tahun jadi satpam supermarket itu banyak sedih dan senangnya. Pernah dibentak suplier yang garangnya minta ampun. Lalu dijauhi teman yang ketahuan melakukan kecurangan lalu mempengaruhi yang lain buat memusuhi. Sering juga tidur di tumpukan kardus bekas. Menyenangkan!

Berkali-kali juga menangkap maling. Salah satunya komplotan maling kosmetik. Lelaki dengan berwajah seram. Berjalan terseok-seok menyeret kakinya yang telah penuh terisi dengan barang curian. Waktu itu aku ingat benar, duapuluh empat biji shampoo berukuran duaratus mililiter. Setelah itu, aku takut pulang. Takut diincar sama komplotannya. Hahaha..

Itulah pekerjaan pertamaku. Setidaknya buat pengalaman yang berharga. Ternyata, kerja apapun asalkan kita menikmatinya, rasanya enteng-enteng saja dilakukan. Bahkan aku jadi suka. Banyak yang kupelajari. Salah satunya belajar tegas. Lah, akukan walaupun terkenal tomboy dan mandiri aslinya dulu masih cengeng sekali. Dibentak sebentar, sakit hati lalu menangis. Hehe.. Nah hasilnya, sekarang mah uda kebal. Tidak ada yang lebih seram daripada dibentak suplier tinggi tegap, berbadan besar, hitam, bertutur kasar, dan Madura. Kalian bisa bayangkan kan bagaimana shocknya. Masih mending jika diteriakin gajah dari Kebun Binatang Surabaya. Mereka lebih lucu. Hihihi..

Nah, bagaimana dengan sahabat KBM, masih ingatkah apa pekerjaan pertama kalian?





Jan 18, 2014
20:11









Tidak ada komentar:

Posting Komentar