Minggu, 04 Juni 2017

KAKI SEORANG IBU

image from Pinterest

kaki seorang ibu melangkah masuk ke dalam pikiranku. ia berkata lelah, menarik sebuah kursi kayu mahoni dan mendudukkan bokongnya di atas sana. anak lelakiku berulah lagi, ia berujar getir. istri anak lelakiku menangisi mayat kenangan yang mati di dalam rumah mereka. pernikahan itu tercerai-berai. seorang perempuan telah memotong urat nadi kebahagiaannya, dan istri anak lelakiku itu terpaksa menerima demi setetes ketenangan.

kaki seorang ibu terus meracau tentang anak lelakinya yang terbodohi birahi. aku tidak ikut duduk di kursi kayu mahoni itu, diam-diam berdiri dan ikut sedih. anak lelakiku telah mencuri senyum sepasang matahari. aku harus bagaimana, tanya kaki seorang ibu itu dengan melarat-larat. tidak ada matahari adalah sebuah bencana, pekikku. cucianku tidak akan kering, padahal esok pagi aku harus mengejar bus dan mengelap bibir bosku yang suka meludahi dinding kantor itu dengan bibirku.

kaki seorang ibu tertawa terpingkal melihatku gaduh. aku tekun melihat wajahnya yang memerah malu. apa kamu bahagia sekarang, wahai Kaki Seorang Ibu? tidak, jawabnya. kebahagiaan tidak muncul dari sebuah lelucon konyol. seperti lelucon anak lelakiku yang meniduri perempuan lain sementara istrinya merenungi mata malam yang hujan. jadi bagaimana caraku agar kamu bahagia, wahai Kaki Seorang Ibu, tanyaku kembali. kaki seorang ibu itu bergetar gelisah. ia mulai menangis. surga di telapak kakinya meredup sayup. aku membungkam, tidak bertanya lagi. dan kesunyian merajai isi kepalaku.

aku butuh istirahat, tapi tangisan kaki seorang ibu itu tidak reda juga. aku mengulurkan setumpuk tisu. aku jadi ingat kawanku yang dua hari lalu marah-marah karena selembar tisu tersangkut di sela-sela giginya.

kaki seorang ibu itu akhirnya berdiri dan menghentak-hentak tanah kering di dalam kepalaku. ada apalagi sekarang, tanyaku padanya. aku mau ke kamar kecil. tidak ada kamar kecil di dalam kepalaku. pulanglah. ia menekuniku. apa kau tidak punya seorang ibu, tanyanya dingin. tidak. ibuku sudah mati dan aku terlambat ikut memandikannya. kaki seorang ibu terenyuh. ia memelukku. sekarang giliranku yang menangis. sial. padahal esok aku harus bangun pagi, mengejar bus dan mengelap bibir bosku yang suka meludahi dinding kantor itu dengan bibirku. []


Sidoarjo, 2017 

#NulisRandom2017 #Day5 #NulisBuku #AjengMaharani 

3 komentar:

  1. Salam kenal mbak :D Wah mau nulis buku nih ceritanya hehe. Tulisannya lumayan bagus mbak, punya bakat jadi penulis keknya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga, Mas Fahrudin ^^ terima kasih telah berkenan mampir...

      Hapus
  2. Tokoh aku ini wanita selingkuhannya atau anak dari ibu itu juga?

    BalasHapus