Senin, 05 Juni 2017

CERPEN-CERPEN SUREALISME PERTAMA YANG SAYA BACA

Beberapa sahabat yang bahagia membaca cerpen-cerpen saya, apakah itu yang berada dalam buku 'Ia Tengah Menanti Kereta Uap Tuhan yang Akan Membawanya ke Bulan' ataupun yang terposting di blog ini, mengatakan kalau cerpen-cerpen saya itu bernuansa surealisme. Ya, saya memang menggilai salah satu aliran sastra itu. Jika ditanya, sejak kapan saya mulai membuat diri saya tertarik pada surealisme, maka saya saya akan menjawab: sejak saya membaca cerpen-cerpen surealisme.

Lalu kalian mungkin akan bertanya lebih lanjut (karena rasa ingin tahu yang besar) tentang cerpen milik siapa yang telah menggugah hati saya. Maka saya akan menjawab sekali lagi: pada kenyataannya, cerpen surealisme pwrtama yang saya baca bukanlah salah satu cerpen dari Seno Gumira Adjidarma, yang digadang-gadang sebagai bapak surealisme Indonesia itu, yang terkenal dengan cerpennya 'Sepotong Senja untuk Pacarku'.

Jadi, cerpen siapa yang membuat saya takjub akan dunia surealis yang telah dibangunnya dalam sebuah tulisan?

Mula-mula, sebelum saya menunjukkan atau menyebutkan sesuatu, saya akan katakan (perlu digarisbawahi) bahwa bagi sebagian pembaca (termasuk saya) tidak semua buku laris itu adalah buku-buku yang menarik untuk dibaca. Sebelum membaca dua buku yang hendak saya utarakan dalam tulisan kali ini, saya telah membaca dua buku Tere Liye dan tiga buku Asma Nadia, tapi tidak sedikit pun memunculkan gairah untuk menuliskan sesuatu, atau lebih tepatnya terinspirasi untuk menuliskan sesuatu setelah mengkatamkan buku-buku itu. Tentu saja ini perkara selera, bukan? Dan tentu pula kita tidak akan bisa memaksakan selera kita pada orang lain.

Seorang sahabat, yang sangat prihatin dengan keadaan saya yang pada ketika itu belum mempunyai buku-buku bagus untuk dibaca, mengirimkan beberapa buku miliknya kepada saya. Dan di antaranya itu, saya jatuh cinta pada kedua buku ini: Kotak Hitam (Cepi Sabre) dan Suara Sunyi (Rose Widianingsih).



Kedua buku ini tidak diperjuajbelikan di toko-toko buku besar, namun secara online dan mulut ke mulut, sahabat ke sahabat. Kedua buku ini diterbitkan oleh penerbit indie, di mana Mijil Publisher yang menaungi Kotak Hitam, sementara Indie Book Corner menaungi Suara Sunyi.

Hal-hal apa sajakah yang telah saya pelajari dari kedua buku tersebut, dan mengapa buku-buku tersebut menakjubkan dan terus mampu menginspirasi saya berapa kali pun saya membaca berulang-ulang?

Esok, di postingan hari ketujuh dan kedelapan, saya akan mengelupasnya satu pwr satu, mengapa mereka bwgitu istimewa.

Selamat menanti dan belajar cerpen surealisme yang tidak biasa bersama saya. []


#NulisRandom2017 #Day6 #NulisBuku #AjengMaharani

4 komentar:

  1. wahhhh.. ditunggu nih postingan ketujuh dan delapannya..

    BalasHapus
  2. Bikin penasaran...arwah surealisme bikin merinding

    BalasHapus
  3. Bikin penasaran...arwah surealisme bikin merinding

    BalasHapus
  4. Halo mba saya mau bertanya, cara tau sebuah cerita itu masuk kategori surealis itu gimana ya? Terimakasihh

    BalasHapus