Rabu, 07 Juni 2017

SEPENGGAL PARAGRAF YANG JATUH DARI MATAKU

Image from Google 

Kamu jatuh dari mataku dan mengoek. Membuyarkan lamunanku petang itu. Embusan hujan menggetarkan jendela kamar kita, lalu kamu memintaku menyelimutimu dengan duka-duka. Bunyi sang waktu yang berteriak semakin lamban, dan lamban, dan lamban. Hingga senyap itu menggurui tubuhku, tubuhmu, tubuh kita.

Kalimat-kalimat berhamburan dari jari-jemarimu. Satu kalimat terseok-seok, mencari tanda petiknya yang menggelinding. Satu lagi lesat menembus dinding kamar kita, lalu kembali membawa bayi-bayi, yang mengoek lebih keras ketimbang suaramu. Satu lagi membumbung di langit-langit, mencipta pendar cahaya kebiruan. Bulan itu telah kalah olehnya. Ia bersembunyi malu-malu, sesekali mengintip, memicingkan matanya yang terlukai warna biru. Satu lagi ketakutan di bawah kolong ranjang. Tubuhnya menggigil. Ia berujar, "Selamatkan aku dari siksa neraka! Selamatkan aku dari Tuhan!"

Kamu kini tidak utuh lagi. Sebuah paragraf yang bertubuh cacat. Kamu kehilangan banyak kalimat, tapi bagaimanapun wujudmu, aku tetap mencintaimu dengan laknat. Selaknat-laknatnya seorang ibu yang marah ketika kamu tidak membelikannya popok. Aku akan kencing di kasurku tanpa popok, ujar seorang ibu itu. Tapi kamu bergeming. Tidak berjalan ke minimarket. Dan seorang ibu itu menangis. Banjir datang kala malam yang melindap. Seorang ibu itu hanyut bersama air matanya dan seprai yang berbau ompol orang dewasa.

Bagaimana aku harus mengembalikan bentukmu yang porak-poranda itu, tanyaku. Hatiku bahkan telah kusut masai, terjungkal dalam lubang jebakan tikus mondok. Aku menjelma seekor cacing tanah. Bertubuh kurus dan tinggal di bawah ketela ubi. Tapi kamu segera menggali tanah, memberiku buku dan pensil. Tulis diriku. Di mana? Di buku ini. Tentang apa? Tentang aku. Aku tidak mengenalmu. Aku adalah kamu. Aku tidak setuju. Tapi itu benar. Aku tidak suka rambutmu. Tapi ini rambutmu. Ada kutu di dalam sana.

Kamu jatuh dari mataku dan mengoek. Kamu yang masih belia, yang memiliki mata sehitam malam. Di dalam cermin, kata-kata terjebak. Mereka tidak bisa kembali padaku. []

#NulisRandom2017 #Day8 #NulisBuku #AjengMaharani



6 komentar:

  1. Balasan
    1. Hahaha. Maturnuwun Mbk, selalu setia mampir kemari ^^

      Hapus
    2. Hahaha. Maturnuwun Mbk, selalu setia mampir kemari ^^

      Hapus
  2. Aku tidak mengerti dengan tulisan ini mbak heheehe

    BalasHapus
  3. Setuju ama mbak Jarni, penyihir!

    Cuma, yang bikin kurang penyihir itu minimarket, popok dkk. Searasa diompoli wajah ini ketika membacanya. Tapi gila, aku terjamah kata-katamu. Dan sepertinya, ke-pria-an ku telah dibawa lari olehnya.

    Padahal itu cerita gak ada hubungannya sama pria, tapi ah, sudahlah. 😅

    BalasHapus