Selasa, 15 April 2014

NAMAMU MERAH


Lihatlah dirimu kini. Lusuh, penuh coreng di sana-sini. Tubuhmu yang cantik sudah tak semulus dahulu. Bagian atasmu sudah robek. Menyembul serabut-serabut rambut berwarna kuning kucel. Semakin membuatmu tampak begitu menyedihkan.

Berapa usiamu sekarang? Sebelas tahun?

Ah, iya... Selama itulah kau setia menemani sepasang kekasih yang sekarang telah beranak pinak itu. Mereka mengajakmu menjelajah jalanan Surabaya yang gegap gempita. Menaiki daerah pegunungan di Malang. Mengejar kekasih tercinta ke Lamongan. Pun juga bergembira ria mengarungi jalanan Pantai Balekambang.

Kau adalah pahlawan mereka, Merah!

Lalu sekarang, di usia tuamu, bahkan suami istri itu tak menghargai semua pengorbanan yang pernah hampir membuatmu gila karenanya. Kotoranmu telah setebal tiga sentimeter. Berangkat ke tempat perbaikan pun lima bulan belum tentu pernah terjadi.

Ah, kasihan...

Pernah suatu ketika, karena saking marahnya hatimu, kau memutuskan untuk menghancurkan sebuah rencana. Ya, kau ingat benar hari itu. Di mana pasangan yang saling kasih mengasihi itu saling menggenggam marah. Saling diam dan membuncahkan semua ego yang mengapung deras di antara samudra cinta mereka.

Sang suami pergi, mengancam tak pulang dan membawa kedua putranya pergi berpulang ke rumah orang tua. Lalu sang istri yang tak mau kalah, pun beranjak pergi meninggalkan rumah bersama si mungil cantik yang masih berusia setahun saja belum genap. Dia mengajakmu, berjalan menelusuri jalanan aspal yang tak pernah rata. Menaiki bukit kecil yang melayang ke arah sebuah desa.

Lalu kau merasa lelah. Capai karena usia tua yang tak terurus, pun juga dengan jalanan yang menanjak begitu tajam. Dalam detik-detik menegangkan itu, kau memilih diam. Tak bergerak lagi. Mesin-mesinmu mati. Dan kedua kaki bulatmu tak bisa digerakkan.

Dan wanita tigapuluh tahun itu, hampir pingsan karena kebingungan. Kau macet, anak gadisnya menangis tak henti-henti.

Dirimu pikir dengan kegalauan di jalan kala itu, sang istri akan kapok terhadapmu. Berharap dia melepasmu dalam keheningan, dan mau menggantikan kepemilikanmu pada orang lain yang lebih bisa menghargai dirimu.

Tetapi tidak. Kau gagal, Merah.

Bukannya lupa ataupun marah kepadamu, sang istri malah berucap terima kasih. Dia berkata, jika bukan karena peristiwa pahit itu, dia tak mungkin bisa mengerti. Bahwa lari dari sebuah pertengkaran bukanlah penyelesaian. Malah akan semakin merunyamkan keadaan. Dan dia kapok, lari bersamamu.

Dia hanya ingin kembali kepada rasa cinta. Pun juga semakin memperbaiki keadaanmu.

Merah, entah kini kau bisa dibilang bahagia atau tidak. Yang kutahu, kau kembali cantik dan bersinar. Kau tahu sudah tak mungkin bisa lepas dari kedua manusia yang telah menorehkan banyak kenangan indah bersama dirimu.

Jauh, di lubuk hati mereka, kau adalah kekasih yang tak pernah tergantikan. Mungkin kelak, saat kau mati dan hancur lebur, mereka masih ada bersamamu. Duduk di sampingmu, dan menangisi kepergianmu.

Merah... sungguh, kau adalah pahlawan yang gagah...



Nda, 110414  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar