Kamis, 10 April 2014

BALON DAN KISAH TENTANG GALUH




Aku teringat betul, ketika Galuh memekik tertahan dengan erangan yang ringkih, balon-balon itu membumbung tinggi, melayang ke udara. Dari keheningan mereka, terdengar cerita tentang seorang gadis kecil yang meregang nyawa di hadapanku.

Tubuhku diam terpaku. Seolah salur-salur samun melilit erat kedua kakiku, dan tak membiarkan aku segera datang menghampiri Galuh. Aku menelan ludah, tanganku bergetar satu persatu. Semua yang kulihat menjadi sebuah layar televisi buram. Berputar, dan berputar. Hingga akhirnya, aku jatuh. Kesadaranku raib, menjadi kegelapan yang sangat pekat.

***

Seketika aku terperanjat. Kepalaku masih terasa pening. Bau kamar tidur yang sudah tak asing lagi menyeruak di sela-sela hidung. Hingga akhirnya, ingatanku tersadar tentang gadis kecilku, Galuh.

“Galuh.. Galuh..”

Kupanggil namanya berkali-kali, namun tak tampak sebuah jawaban sekalipun dari arah luar kamar. Hatiku cemas. Segera kuangkat tubuhku yang masih terasa lemas, beranjak dari ranjang.

“Ibu mau kemana?” Mbok Sa tergopoh-gopoh datang menghampiri diriku.

“Galuh mana, Mbok? Galuh anakku, di mana dia?”

Raut wajah Mbok Sa menyiratkan kesedihan, membuat tubuhku kembali bergetar. Jantung yang sedari tadi berdetak kencang, kini semakin menggila. Aku hampir pingsan lagi.

“Mbok...”

“Neng Galuh ada di rumah sakit, Bu. Dia sedang kritis,” jawabnya. Seketika, sebuah pasak tajam yang datang entah dari mana, menghujam hatiku.

***

Jalan depan sekolah Bustan Children School tempat Galuh terakhir kali menambatkan keceriaannya, siang ini lengang. Semua murid, guru dan ibu-ibu yang mengantarkan anaknya bersekolah sudah berhamburan pulang.

Kulihat sebuah balon yang telah kempes, lunglai menggantung di ranting pohon sono di depan gedung sekolah. Rupanya satu balon itu tak sudi meninggalkan tempat pemiliknya jatuh tersungkur. Mungkin dia masih ingin mengenang keberadaan gadis kecilku yang periang.

Ah, bulir beningku kembali meleleh. Jika saja, iya... jika saja di hari itu aku tidak hanya sibuk bercengkrama ria bersama wanita-wanita yang tengah asyik bergunjing tentang perempuan di ujung gang, Galuh tak akan pergi secepat ini.

Seandainya saja, aku lebih memperhatikan gadis kecilku, tidak mungkin semua ini terjadi. Iya, Galuh pun akhirnya meninggal setelah koma tiga hari, akibat tertabrak sepeda motor yang melaju cepat. Pengendara itu ternyata adalah seorang pencuri yang baru saja melarikan motor salah satu warga. Dan Galuh, menjadi korban kelalaian ibu kandungnya sendiri.

Isakku tersengal-sengal. Melempar semua kemarahan dan sesal, yang selamanya takkan pernah membiarkan aku untuk lupa, tentang keberadaan Galuh.

Galuh...
Maafkan Bunda sayang... Maafkan... 


Nda, 100414


Tidak ada komentar:

Posting Komentar