Rabu, 02 April 2014

DUA SISI


“Apa yang sebenarnya tengah kau inginkan?”

“Ketenangan.”

“Maka cobalah untuk menenagkan hatimu, Va.”

“Bagaimana aku bisa tenang jika aku selalu menemukan keganjilan?”

“Itu karena kau memikirkannya. Hentikan pikiran yang tidak bermanfaat itu, jangan rusak kehidupanmu sendiri.”

“Cih, tidak mungkin aku bisa berhenti memikirkannya jika keganjilan demi keganjilan masih saja hadir dalam sosoknya setiap hari. Bayangkan, setiap hari!”

“Ah Va, maka selamanya kau akan terluka..”

“Iya aku tahu, itu pula yang dia katakan padaku, dulu. Dengan mudahnya dia berkata untuk merubah mindshet-ku. Dirubah bagaimana?...”

Sekilas kenangan tetang percakapan dengan lelaki itu berkelebat. Aku ingat benar, malam itu di sela-sela tubuh kami yang saling terbaring dalam pembaringan, dia berkata, “coba rubah pikiran Bunda, anggap saja apa yang selama ini Ayah lakukan dengannya hanyalah sebuah permainan belaka. Hanya iseng, tidak serius...”

Iya.. mudah sekali lelakiku berkata demikian. Padahal jelas-jelas aku tahu kenyataannya. Tahu segala yang mereka obrolkan tetang cinta, tentang hati yang tak mungkin untuk bersama. Juga tentang kenangan, tentang sebuah janji untuk saling mencintai selamanya, takkan melupakan. Janji untuk bahagia walaupun tak mungkin untuk mereka saling bersama.

Fuck! Sisi kemarahanku mengumpat.

Bahkan dia rela meninggikan kedudukan perempuan itu dalam kehidupannya, iya! Memberikan nama perempuan tercintanya pada bayi kecil nan cantik yang baru aku lahirkan...

Lihatlah, jika sudah begitu, bagaimana mungkin aku bisa mengubah kenangan tentang perselingkuhannya hanya sebuah kata “iseng belaka”.. bagaimana? Katakanlah padaku sekarang juga!

“Perempuan itu tengah terluka. Entahlah, aku merasakannya dan menjadi sebuah iba.”

“Aku juga tahu itu.”

“Lalu..?”

“Hanya saja aku akan terluka kembali setiap dia menemukan lagu romantis yang menggambarkan perasaannya tentang perempuan itu..”

“Bagaimana kau tahu itu lagu untuk perempuannya?”

“Karena, aku dan kau paham benar bagaimana saat dia sudah mencintai, bukan? Hubungan mereka tidak hanya sekedar iseng, tetapi hati-hati mereka sudah ikut berbicara, kau tahu itu dan jangan coba menyangkalnya..”

“Kau benar. Tetapi..”

“Tetapi apa?”

“Jika kau hanya bisa menyalahkan dan membenci seperti ini, apa kau akan hidup tenang?”

“Jelas tak akan, Va..”

“Kamu ingat apa motto kita berdua yang telah menguatkan kita dalam hal ini dan juga tetang hal apapun tentang kelakuannya?”

“Iya, aku ingat..”

“Apa?”

“Bahwa, jangan pernah iri dan cemburu pada mereka yang tengah menumpuk dosa..”

“Nah! Gunakan itu, sudah lupakah kau caranya?”

“Tidak..”

“Va, kembalilah ikhlas dengan apapun yang tak kau ketahui dan apapun yang ingin kau ketahui. Biarkan. Jika benar, maka ada Tuhan yang akan menjudge tindakan mereka. Jika salah, maka bersyukurlah bahwa lelaki kita telah berubah...”

Sisi kemarahanku diam..

“Lihatlah lelakimu sekarang, dia telah banyak berubah bukan? Semakin lembut, dan tak pernah lagi seperti dulu. Apa lagi yang kau harapkan dari dia. Bersyukurlah, ijinkan dia memeprbaiki kesalahannya. Jangan biarkan masa lalu terus membayangi kehidupan kalian. Ayolah, rubahlah dirimu, bukan untuk sesiapa, tetapi untuk dirimu sendiri... untuk kita berdua...”
“Tapi bagaiamana jika dibalik kebaikannya dan sikap tiba-tibanya yang romantis penuh kasih sayang itu hanyalah kedok untuk menutupi hubungannya lagi dengan perempuannya?”

“Kamu.. bukankah dari awal sudah kukatakan, ikhlaskan. Biar yang berhak memberi balasanlah yang membalasnya kelak, dan tentu saja jika apa yang kau khawatirkan ini benar, bukan? Ayolah, Va. Jangan menggapai keburukan, nanti kau sendiri yang akan terluka.. jernihkan pikiranmu.”

“Kau benar..” kemarahanku berkata sambil tertunduk. Kemudian kesabaran datang memeluknya.

“Berdamailah dengan keadaan apapun, Va. Kau tahu kau itu sebenarnya kuat dan tangguh. Ijinkan dirimu bersinar indah. Buktikan pada mereka yang menyakitimu, bahwa kau adalah yeng terbaik, kau pemenang dari kebusukanmu sendiri. Dan perlihatkan sebuah sukses di mata mereka. Kelak, ada masa di mana seseorang akan menyadari dan menyesal karena telah menyia-nyiakan keberadaan dirimu. Buat hatimu cantik, Va. Buatlah dia mekar dan harum..”

Ah.. hembusan lenguhku terasa ringan. Pertarungan dua sisi yang sedari tadi mengaduk-aduk hatiku sepertinya telah hampir berakhir. Kusungging senyum, lalu menyeruput kopi susu di cangkir cokelat milikku.

Iya, jangan pernah aku kalah, dengan masa lalu....




Nda, 020414

Tidak ada komentar:

Posting Komentar