Selasa, 08 April 2014

LELAKI YANG JONGKOK di PADANG GERSANG



  
Lelaki, apa yang sedang engkau inginkan?

Kau sudah lama berdiri di ruang hampa yang sudut-sudut kamarnya adalah keegoanmu sendiri. Apa yang tengah kau tunggu? Kesombongan apa yang tengah kau kecap?

Lihatlah mukamu yang memerah hitam itu. Dengan surih-surih kemarahan, kau terbenam dalam bisumu. Mendiamkan wanita yang telah begitu setia menghadapi kekanakanmu selama bertahun-tahun lamanya. Dia bahkan tak lagi bosan untuk menunggumu berbicara, dan tersenyum hangat kembali kepadanya.

Tetapi pandanglah wajahmu sendiri, hai lelaki. Hatimu berdecap amarah. Mengatakan lantang bahwa kau ingin melihatnya bingung sampai tergenang air mata darah karena kau diam di hadapannya. Berkali-kali dia bertanya, apa kesalahanku hingga kau mendiamkan aku begitu lama?  

Dalam hati kau desiskan begitu banyak kata teruntuk dirinya, ini kesalahanmu sendiri, yang tak pernah mau memaafkan dosa laknatku dulu, kapan kau bisa mempercayaiku kembali? Kapan!

Ah, kau benar sudah lupa lelaki. Saat kau berkata padanya tentang biru itu kuning dan merah itu ungu, apa pernah kau tahu bagaimana dirinya yang tengah terluka kala mendengarnya? Kau sangat ingin dimaafkan, namun kau lupa untuk memahami kesakitannya karena ulah ketamakanmu yang kau sebut itu sedikit kekhilafan semata.

Kau hanya marah pada ketidakberdayaanmu menyusun kembali keping-keping hatinya yang telah hilang tertiup angin kenangan masa lalu. Menyakitkan bukan? Tetapi kau angkuh. Kini semakin lama kau semakin tenggelam dalam kebodohanmu. Tanpa sadar kau makin menjauhi wanitamu. Tak kau jamah, pun tak pernah kau peluk kembali. Kau ingin membalas. Sungguh, kau benar-benar ingin dia menangis sambil menyembah kaki-kakimu.

Kau telah menjadi pendosa. Membuncah semua bencimu pada kemaksiatan. Kau tiduri wanita lain, berharap inilah caramu membalas dendam kesalahannya.

Hei, kesalahan yang mana? Bahkan sebenarnya kau sendiri pun tak mengerti di mana wanitamu itu meletakkan dosanya di dalam hatimu. Bukankah saat ada lelaki lain yang menawarkan diri hendak menghapus lukanya, dia malah lebih memilih setia padamu? Memilih untuk tetap mencintaimu dan menyembuhkan lukanya sendiri.

Apa kau sudah lupa? Saat kakimu pincang dan kau tak mampu berjalan dalam hamparan takdir yang telah menjatuhkan nama baikmu, wanitamu masih setia berada di sisimu? Percaya penuh dengan jiwamu walaupun kau telah begitu sering menduakan kehadirannya dalam hatimu.

Sudah lupakah kau, lelaki, saat-saat itu?

Kau mati lelaki. Kau hanya semakin menyakiti hatimu yang sangat mencintainya. Bahwa sebenarnya kau pun sangat merindukan pelukan kasih, yang kini telah menghilang di antara kau dan wanitamu.

Kapan kau akan kembali? Bangunlah dari kekelaman hatimu sendiri. Lihatlah, tengok dirinya. Bahkan hingga saat ini pun, wanita sekuat karang itu masih menunggumu dengan cintanya.



Nda, 080414

2 komentar: