Minggu, 04 Oktober 2015

PERNAH ADA KISAH DI RANJANG ITU


Sejak pertama kali dia melihat ranjang kayu jati itu, dia telah terpesona dengan ukiran-ukirannya yang cantik. Sepasang burung merak yang tengah menelungkupkan ekornya di tengah-tengah kuncup teratai. Tanpa pikir panjang, lelaki itu pun membelinya dengan harga tinggi dari tangan sang pengukir. Dia berharap, ini adalah hadiah terindah untuk istri barunya yang akan dinikahinya seminggu lagi.
 

Gadis itu masih belia, enam belas tahun. Bagaikan menarik paksa buah mangga muda dari pohonnya yang merindang, untuk dimakan mentah-mentah. Padahal lelaki itu telah memiliki dua istri yang masih berkulit licin dan ayu-ayu. Namun, jiwa kelelakiannya masih saja berliur tatkala melihat gadis itu melenggok gemulai melewatinya pada pagi dua bulan lalu.
 

“Siapa gadis cantik itu, Wak?”
 

“Ooh, ia Seruni. Anak Kasiman, pekerja di kebun kopi Abang.”
 

“Elok nian gadis itu. Kenalkan aku pada bapaknya, Wak!”
 

“Gampang, Bang, bisa diatur!”
 

Maka, dengan berbagai bujuk rayu kekuasaannya dan kekayaannya, lelaki itu meminang (secara paksa) si Seruni. Bapak gadis itu hanya bisa pasrah. Walaupun anaknya bersujud memohon agar dia mau menolak pinangan lelaki tua kaya raya itu, dia tetap bergeming dalam kebisuan lukanya.
 

Hari-hari Seruni jadi buram. Ia bahkan tak ingin lagi membuka matanya tatkala terpejam dalam mimpi. Ia ingin selamanya tertidur, agar tak merasakan pedihnya menikah dengan lelaki yang tak ia cintai.
 

“Kita lari saja, Ni. Bagaimana?” ajak kawan prianya.
 

“Tidak, Uda. Bagaimana nanti dengan bapakku?”
 

“Kau benar, Ni. Dia pasti akan kena petaka!”
 

Wajah nan murung. Hati yang berkecai. Lalu hari itu pun tiba. Iring-iringan mewah yang belum pernah ada di desanya, datang menjemput. Mereka, perempuan-perempuan jejadian itu mendandani Seruni bak ratu. Memakaikannya baju mewah yang belum pernah dilihat oleh mata-mata gadis pendengki di desanya. Kemudian, ia didudukan di atas tandu yang dipanggul empat lelaki kekar. Tandu yang megah, dengan rumbai-rumbai pelangi. Ia diarak hingga menuju rumah lelaki tuanya. Rumah paling besar, milik juragan kebun kopi yang terkenal penggila wanita.
 

Peta pernikahan yang meriah. Tawa-tawa menjemuhkan dari para juragan, pejabat desa, tuan tanah beserta wanita-wanita mereka, membuat Seruni muak. Wajah-wajah menyedihkan. Memakai paksa topeng tertawa, padahal hati mereka saling merintih kedengkian.
 

Malam melata, terjebak pada kepekatan. Keheningan pingsan di antara sisa-sisa pesta. Ketakutan mulai menjamah hati Seruni, saat kewajibannya sebagai seorang istri mulai dituntut sang suami.
 

Pintu kamar terbuka. Seruni meringkuk di atas ranjang baru berukir merak dan teratai. Jantung gadis itu meruak kegetiran. Ditatapnya langkah gontai seorang lelaki yang tengah mabuk, memasuki kamar pengantin. Bau yang busuk menusuk. Membuat Seruni makin ketakutan, menekuk kedua kakinya, duduk di sudut ranjang.
 

Suaminya terkekeh. Rona birahi mencuat. Tangan-tangan keriputnya meraih kancing baju Seruni. Satu persatu, dibuka. Gadis itu hanya bisa diam. Mengatupkan kedua matanya, karena tak ingin melihat wajah beringas yang haus darah perawan.
 

“Jangan takut, Sayang.”
 

Raut yang mencekik. Jiwa yang ketakutan. Keduanya tiba-tiba dikejutkan oleh suara daun pintu yang diadu dengan dinding. Seruni yang setengah telanjang, membuka kedua matanya lebar-lebar. Seorang wanita kalap, menggenggam pisau yang menyeringai tajam. Secepat kilat yang menyambar tanah lapang, wanita itu melesat beringas. Menghujam dada suami Seruni.
 

Wanita yang tengah hangus dada itu menatap tajam ke arah Seruni. Matanya membuntang. Seruni gemetaran. Tanpa memberi jeda, dia pun menusuk sang pengantin wanita. Berkali-kali. Hingga tubuh mungil itu menggelepar, mengejan lalu diam.
 

Malam semerah darah. Kebencian istri pertama menorehkan kisah pedih pada ranjang berukir merak dan teratai. Kini, tak ada yang mau menggunakan ranjang kayu jati itu lagi. Karena, ketika langit muncul tanpa cahaya bulan dan warna awan sepekat darah yang hitam, ada suara tangis yang memilu. Samar-samar, bayangan gadis dengan dada penuh lubang duduk di sudut ranjang.   
 
 
 
Sidoarjo, September 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar