Darah itu warnanya merah—baunya masih sangat
segar . Mengucur deras di paha kurusku—membuat jantung yang berdetak ini semakin
berdegup kencang. Aku sangat ketakutan!
Seketika air mata yang telah lama tidak pernah
kulelehkan akhirnya jatuh juga. Menangisi hati yang tercabik penyesalan—karena
pernah berkata, “mengapa dia harus datang sekarang?”
Tuhan, inilah teguran-Mu padaku ....
***
“Aku hamil ....” desahku pada suami. Wajahnya
kecewa. Demikian juga dengan aku.
“Kok bisa sih, Bund?” tanyanya. Benar-benar
sebuah pertanyaan yang tidak memberikan kepuasan btinku. Bisanya dia bertanya
demikian? “Bunda sih tidak pernah mau kalau disuruh KB, alesannya banyak,”
lanjut suami dengan tampang buram.
Iya aku salah. Bukannya malas untuk ber-KB.
Hanya saja, aku takut dengan efek yang akan ditimbulkan darinya. Flek hitam,
menstruasi yang tidak teratur, lalu kegemukan. Iya, apalagi yang paling
ditakutkan oleh kaum wanita bersuami seperti aku? Gemuk—penuh tumpukan
lemak—dan tidak seksi lagi di mata suami.
“Mengapa dia harus datang sekarang?” desisku.
Tahun 2011, aku dan suami baru saja membeli
rumah. Uang tabungan telah ludes. Apalagi setiap bulan harus mencicil kreditan
rumah. Anak kami dua, lelaki semua. Mereka sangat aktif. Maka, jika akan
ditambah satu lagi, aku jelas akan kewalahan. Siapa yang akan menjaga mereka?
Kami berdua bekerja. Masih banyak yang harus kami tanggung ....
“Apa kita bisa menjalani ini semua dengan
seorang anak lagi?”
“Entahlah ....”
Kami berdua lunglai. Lemas—merasa tidak berdaya
dengan anugrah yang baru saja kami dapatkan.
***
“Aku akan berhenti bekerja saja ... Bagaimana?”
tanyaku suatu malam.
Suamiku diam seribu kata. Matanya menerawang.
Aku tahu dia akan sangat terbebani dengan ini. Berjuang sendiri dengan gaji
yang bahkan masih jauh lebih kecil dari apa yang aku dapatkan dari perusahaan.
Kugenggam tangan suami, mencoba membuat hatinya
kuat. “Panda ..., ijinkan dia hadir. Aku yakin kali ini pasti perempuan.”
“Bagaimana Bunda tahu? Kan masih kecil. Bagamana
jika laki-laki lagi? Bisa ruwet rumah kita.”
“Tidak ... Percaya sama Bunda. Anakku
perempuan.”
***
“Bagaimana, Dok?”
“Bayinya sehat kok, Pak. Detak jantungnya kuat.
Hanya saja, posisinya sedang bergeser. Hampir mencapai mulut rahim. Istri Bapak
harus bedrest total selama sebulan.”
“Jadi bayi kami masih bisa diselamatkan, Dok?”
tanyaku.
“Iya, Bu. Dia sehat sekali kok.” Dokter
tersenyum.
“Alhamdulillah ....”
Rasa bahagia, syukur bercampur dengan
penyesalan—karena pernah meragukan kehadirannya—mengaduk-aduk perasaanku.
Selama tiga hari di rumah sakit, aku hanya bisa terus berdoa demi kesehatan
janinku. Allah Maha Mendengar. Dengan kuasanya yang menakjubkan, Dia
menyelamatkan jiwa cantik ini terus hidup.
Dalam perjalanan mengandung anak ketiga ini, aku
terus diliputi perasaan bahagia. Mengapa? Keajaiban ... Mungkin karena itulah
aku bahagia.
Entah mengapa, aku begitu yakin jika janinku
perempuan. Seorang gadis kecil yang cantik. Sejak awal kusebut dia sebagai
“adek cantik”
Hingga akhirnya hari itu tiba ....
Pukul dua dini hari, tanda-tanda kelahiran itu
datang. Aku dan suami segera beranjak menuju rumah bidan langganan. Proses yang
begitu cepat, kekhawatiran yang membuncah, dan semua perjuangan itu terbayar
juga akhirnya ....
Dengan syukur dan bangga kukatakan pada suami,
“anakku perempuan, sayang ....”
Dan bulir-bulir air mata itupun mengalir di
pipinya. Inilah impiannya, inilah harapannya. Memiliki seorang bidadari cantik
sejak pertama kali kami menikah. Dan tiada kesempurnaan bagiku, sebelum aku
mampu memenuhi keinginan suami.
Alhamdulillah, puji syukur kepada yang telah
menghadirkan sosok mungil ini di antara keluarga kecil kami. Dengan
kelahirannya, telah banyak hal yang kami alami. Hingga saat ini aku selalu
bangga, karena jika tanpa semua kejadian dan cobaan itu, tidak akan pernah
kurasakan bagaimana menikmati ketentraman. Juga bagaimana memahami jiwa kami
masing-masing.
Maka, jika kelak ujian itu datang kembali, aku
sudah mampu berkata, insya’allah aku bisa menghadapinya. Karena cinta ada di
antara kami berlima ....
Subhanalloh ..., kalian tahu apa? Berumah tangga
itu sungguh menakjubkan! Kalian akan banyak belajar, akan banyak mengalami
perubahan cara pandang, juga akan mendewasakan diri masing-masing. Percayalah!
Nda, 070514
Tidak ada komentar:
Posting Komentar