Senin, 02 Februari 2015

DENTUM HATI - sebuah cuplikan dari novel ANIMUS Seven Days




Chapter Two - KASUS


“Kau mau ke mana, Sa? Bukankah tak ada jadwal manggung hari ini? Semua kontrak sudah dibatalkan, kan?”

“Mau menemui panggilan kepolisian, Mak. Suratnya sudah tiga hari lalu kuterima.” Salsa menggoreskan gincunya. Warna yang merah merona.

Mamak mengeluh. Melihat itu, Salsa jadi tercenung. Ia tahu sekali, wanita tua kesayangannya itu pasti tengah menyayangkan peristiwa yang terjadi beberapa minggu lalu.

“Kau pernah bilang, kan, Mak, bahwa kita jangan pernah lari dari setiap kejadian.”

Wanita tua itu menatap sendu.

“Aku takkan lari lagi, Mak. Ini tanggung jawabku.”

Salsa tersenyum. Mamak membalasnya.

Setelah selesai berdandan, Salsa bangkit dari kursi kayunya. Menghampiri Mamak lalu mencium kening wanita itu. Rinai Mamak menggantung. Dia mengangguk. Setelah Salsa mengecup, ia beranjak meninggalkan kamarnya menuju
garasi.

Mata Mamak kini meleleh. Bibirnya berdesis, “Sa ..., Sa. Bukankah dulu pernah kuingatkan. Jangan pernah tergoda oleh cinta yang tak jelas seperti ini. Walaupun
kau gadis panggung, tapi kau bukan hina.”

***

Ruangan itu sempit. Hanya empat kali tiga meter persegi. Di hadapan Salsa hanya ada sebuah meja besi yang sudah karatan beberapa sisinya. Sebuah botol minuman mineral berdiri tegak di atas meja. Sebuah kursi tempat duduk penyelidik masih kosong. Dia belum tiba. Perempuan itu dibiarkan begitu saja menunggu. Sudah hampir setengah jam.

Salsa mulai merasa jengkel.

Seorang pria bertubuh tinggi dengan kulit hitam membuka pintu. Dia langsung menempatkan pantatnya yang tebal pada kursi besi di hadapan Salsa. Tangannya memegang sebuah buku catatan kecil. Sebuah bolpoin menggantung di
sakunya.

“Maaf, sudah membuatmu menunggu. Kita langsung mulai saja, ya?” ujar lelaki penyidik itu dengan wajah yang biasa-biasa saja. Tak terpancar sedikit pun rasa kesal di sana.

Salsa mengangguk malas.

“Siapa yang merekam adegan syur kalian? Apa ada orang ketiga?”

“Tidak ada. Kamera itu kuletakkan di atas meja.”

Penyidik itu mengangguk. Dia bergumam. Tangannya sibuk mencatat pernyataan Salsa.

“Siapa yang berinisiatif merekam? Kau atau Darsono?”

“Aku.”

“Benarkah?”

“Iya.”

“Mengapa? Apa kau ..., seorang ....”

“Apa?”

Lelaki itu terkekeh genit.

“Jangan-jangan kau ini seorang wanita maniak.”

Wajah Salsa memerah.

“K-kau!” Suara Salsa tercekat. Ia mengembus napas sebentar, lalu kembali melanjutkan ucapannya.

“Tolong, jangan berbicara sembarangan. Video itu hanya kugunakan sebagai koleksi pribadi, karena aku sangat mencintai lelaki itu.”

“Mencintainya? Hei ... Darsono itu sudah berkeluarga, bukan?”

“Aku tahu.”

Penyidik itu menatap mata Salsa dalam-dalam. Dia mencoba mencari sesuatu di sana. Tapi, tak mampu dia temukan.

Tidak ada rasa takut di hati perempuan itu.

“Bagaimana video syur itu bisa tersebar? Apa kau yang melakukannya?”

Salsa menggeleng.

“Bukan. Handphone-ku hilang sebulan yang lalu. Video itu ada di sana.”

“Hilang? Akh! Lagu lama. Dalam kasus perselingkuhan seperti kamu ini, artis-artis sengaja menyebarkan video pornonya. Sensasi. Atau ..., karena kau sudah dicampakkan oleh Darsono. Akhirnya kau balas dendam. Betul tidak?”

Salsa menjadi benar-benar geram. Penyelidikan itu baru berjalan beberapa menit saja. Tapi jantungnya sudah mau meledak karena menekan amarah yang membara. Lelaki penyidik itu sengaja mencemoohnya. Pertanyaan demi pertanyaan berikutnya dilalui Salsa dengan tetap menekuk rasa jengah. Semuanya hampir dua lusin. Lalu, ketika pertanyaan terakhir selesai ia jawab, lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Salsa. Sebuah kartu nama disodorkannya.

“Ini titipan dari komandan kami. Dia adalah penggemar beratmu.” Setelah berkata, lelaki itu berdiri. Pergi meninggalkan ruangan, sambil terus terkekeh genit.

Salsa ingin muntah!

***

Semenjak lelaki penyidik itu menyodorkan kartu nama komandan, Salsa mengerti maksud yang tengah disampaikan lelaki itu. Inilah yang paling ditakutkan Salsa. Adakalanya, seseorang suka memanfaatkan keadaan yang mencekik orang
lain, guna kesenangannya sendiri.

Sebelum bertemu dengan Darsono, Salsa tak pernah menjual tubuh. Walaupun jumlah uang yang ditawarkan itu besar. Berpuluh-puluh juta. Namun Salsa selalu ingat petuah Mamak. Ia memang penyanyi, tapi bukan seorang wanita
yang hina.

Namun cintanya pada Darsono sudah meringkus semua prinsip itu. Ia hanya perempuan lemah. Tak berdaya digerogoti rasa yang berderu-deru di nadinya. Apalagi, lelaki itu memperlakukannya dengan baik. Penuh kasih. Perhatian
dan mampu mengayomi hati Salsa yang sebenarnya mudah
rapuh.

Bukan uang yang dicari perempuan itu. Tapi kenyamanan saat bersama lelakinya. Dan itu semua tak bisa dimengerti oleh siapa pun, Salsa paham, ia hanya akan disebut sebagai wanita kotor.

Kini, saat ia memikirkan kartu nama yang tengah tergeletak di depan meja riasnya itu, Salsa berpikir. Akankah ia memenuhi keinginannya, komandan itu?

Salsa mengembus lenguhnya panjang. Ketakutannya menyeruak ….




~ 0 ~



Apa sih ANIMUS itu?

 
ANIMUS Seven Days berisi 4 cerita yang saling berkaitan. Ada benang merah yang menghubungkan setiap ceritanya. Ada 'jantung' yang berdetak mewakili kesemuanya. Tentang dentum hati Salsa yang terjebak di antara kebusukan dan arogansi para tokoh masyarakat. Tentang cinta Yana dan si Gadis Lumpur yang dihantui oleh keangkuhan manusia yang mengkotak-kotakan status dan kedudukan. Tentang kisah Guntur yang tenggelam dalam pengkhianatan hingga membuat dirinya korban dari permohonannya sendiri. Juga tentang kisah pencarian Bunga akan cintanya yang raib di Pulau Maku-maku. 

Kisah-kisah yang mendebarkan, membuat Anda selalu penasaran untuk melanjutkan ke halaman berikutnya. Bersiap-siaplah, karena setiap inci novel ini, akan membuat Anda berhenti bernapas sepersekian detik!
Berminat?
Hubungi melalui SMS/WA 085 606 606 007 
Harga: Rp. 55.000,-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar