Memiliki sebuah cita-cita, sebuah impian, berarti
saya harus bekerja ekstra keras untuk mewujudkannya. Apa?
Saya ingin menerbitkan sebuah buku! Saya ingin
mereka membaca karya saya dan mengenal saya melalui pemikiran yang berbeda...
Awalnya, ini terdengar hebat. Simple! Tapi dalam
dua bulan penggarapan buku kumpulan cerpen ini, energi saya benar-benar
terkuras habis!
WAOOW...
Hei, bagaimana tidak? Saya ini seorang ibu rumah
tangga dengan tiga anak yang masih kecil dan lincah. Dengan seabrek kegiatan
yang bahkan untuk kata berhenti pun tidak diperbolehkan untuk singgah.. hei..
Bangun tidur sudah berkutat di dapur menyiapkan
makanan dan keperluan untuk si sulung dan si tengah yang telah memasuki jenjang
pendidikan Taman Kanak-kanak, juga keperluan suami yang mau berangkat kerja.
Setelah dua badai itu berlalu, datanglah si bungsu yang gak pernah lepas dari
saya. Mencuci, nyapu, ngepel, dan kegiatan rumah lainnya kadang harus
dikerjakan sambil menggendong. Hiks..hiks..hiks..
Belum lagi jemput sekolah, setrika, sore mandiin
anak-anak, kembali memasak dan bersih-bersih rumah (sekali lagi dan lagi).
Malam nemenin anak-anak belajar, menyiapkan kebutuhan suami pulang kerja, lalu
belum lagi melaksanakan tugas sejati istri. Hiks..hiks..hikss.. sebenarnya jika
hanya dituliskan hanya perlu beberapa paragraf seperti ini, namun pada
kenyataannya, sehari itu penuh dengan kata “ribet”.
Ups! Tapi apa dengan demikian saya menyerah?
TIDAK! Takkan pernah saya menyerah dengan mimpi
saya.. Tugas sebagai ibu rumah tangga itu memang sangat berat, namun bukan
alasan untuk saya menyerah mewujudkan mimpi.
Justru di sinilah tantangannya, saya harus bisa
menciptakan karya terbaik dalam keadaan terjepit seperti itu. Iya, saya bilang
terjepit, karena saat-saat menulis yang saya lakukan adalah di sela-sela
melaksakan pekerjaan rumah.
Setelah kedua buah hatiku berangkat sekolah, lepi
kesayangan langsung saya buka. Ketik, ketik dan ketik lagi. Bahkan bisa
mengetik sambil menggendong! Hahaha.. Siang dan sore pun sama, di sela-sela
waktu saya harus menulis. Harus! Baru kemudian, tengah malam, saat semua sudah
terlelap dan suami tercinta sudah tidak memerlukan pelayanan saya (ciee..) baru
minta ijin untuk menulis. Nah, saat inilah titik fokus benar-benar saya
pergunakan dengan baik.
Alhamdulillah, bercinta dengan badai itu sungguh
nikmat. Mungkin bisa dibilang ini sebuah beban bagi saya, tapi saya benar-benar
menikmatinya.
Tidak ada excuse untuk tidak melanjutkan apa yang
sudah saya impikan. Ini sebuah perjuangan, sebuah perlawanan, dan pembuktian
bahwa saya bisa menaklukkan kekurangan saya. Sebelum saya hilang dan berhenti
bernafas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar