Sabtu, 31 Januari 2015

BANGAU KERTAS - sebuah mini novel (capther one)

gambar : devianart.com
 
 
 
Siapakah kamu?




Aku tahu, sudah bukan waktuku untuk jatuh cinta pada lelaki lain. Tapi kehadirannya benar-benar tak mampu kuhindari. Pesonanya, cara dia memperlakukanku, senyumnya yang misterius, semuanya. Aku jatuh cinta pada itu.

***

Lamunanku buyar. Seketika aku dikejutkan oleh suara batu kecil yang menabrak lantai teras. Penasaran, kulongok halaman luar melalui jendela. Hujan belum reda. Rinainya masih menari riang di atas bebatuan dan tanah bumi. Menggertak ranting dan dedaunan, membuatnya gigil kedinginan.

Sekali lagi suara benturan itu terdengar. Aku pun mulai geram.

“Siapa, sih, ini? Iseng sekali, malam-malam melempari rumah orang!” Sambil berseru, kubuka pintu depan, menyibak kegelapan yang tengah basah kuyup itu. Lamat-lamat kulihat sesosok pemuda melambaikan tangan.

“Kakak! Di sini dingin, boleh aku berteduh di sana?”

Aku tercengang. Mulutku menganga. Benar-benar pemuda gila. Mana mungkin aku mengijinkan lelaki lain masuk ke dalam rumah sementara suamiku tak ada?

Tanpa menghiraukan pemuda gila yang tengah kuyup itu, aku kembali masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu rapat-rapat.

Lima menit berlalu. Suara lemparan batu itu tak terdengar lagi. Kuintip halaman luar, sosok pemuda itu telah raib. Yang terlihat hanya deras hujan, mematahkan dedaunan pohon mangga kesayanganku.

***

Kabut putih mengambang, mengibas sejuk di sela-sela kakiku yang telanjang. Cuping hidungku menghirup aroma vanila lembut yang bercampur manisnya stroberi. Kurasakan tubuh ramping ini tengah tersadai dalam keheningan. Lalu sebuah belaian lembut menjamah helai demi helai rambutku yang panjang tergerai. Tangan siapakah ini? Ujarku dalam hati. Kubuka mata ini yang sedari tadi memejam, lalu berusaha menatap seseorang yang tengah duduk di sampingku.

“Selamat malam, Putri Cantik.”

Pemuda itu tersenyum. Jiwaku terperanjat seketika!

Jantungku berdetak kencang. Mimpi yang barusan kualami seolah begitu nyata. Wajah pemuda itu tampak tak asing. Kuraba ingatan, mencoba mencari tahu tentang pemuda yang hadir dalam mimpi. Ah, ya ... Aku ingat sekarang. Wajah itu, mirip dengan pemuda yang tadi melempari batu di halaman rumahku.

Aneh, ada apa dengan diriku? Mengapa tiba-tiba saja pemuda tak kukenal itu hadir dalam mimpi?

***

Pagi menetas. Udara dingin menyergap isi rumah ketika pintu depan kubuka. Suasana lengang masih menyimpan sosok hening pemuda semalam. Rasa penasaran itu masih setia hadir di benak. Ah, aku melenguh. Seperti ada sebuah kerinduan yang telah lama kunantikan kehadirannya.

Siapakah kamu sebenarnya? Desahku dalam hati.

“Bunda, Vika lapar ...,” suara rengekan Vika membuyarkan pikiranku. Gadis kecil—lima tahun—itu menarik-narik ujung daster yang kukenakan.

“Vika lapar, Bunda.”

“Iya, ayo kita sarapan.”

Kugandengan tangan mungil gadis kecil itu, lalu beranjak dari teras. Baru saja mata ini hendak meninggalkan pandangan pada sebuah pohon mangga, tiba-tiba saja sosok itu tertangkap oleh korneaku. Iya, itu dirinya!

Dia tersenyum, mengangguk perlahan lalu berlalu begitu saja melewati pagar rumah. Dadaku gemetaran. Aku belum mampu menelaah, apa yang sedang terjadi antara kami? Mengapa  perjumpaan dengannya bisa berkali-kali? Sungguh, siapakah dia? Pemuda tampan dengan tubuh tinggi dan berkulit putih. Pemuda dengan senyum yang mampu menggetarkan hati setiap wanita yang memandangnya. Siapakah dia?

***

“Tuch, kan, kamu melamun lagi. Kebiasaan, deh.”

Suara lelaki yang tak kukenal mengusik tiba-tiba. Aku tersentak, bola mata ini seolah ingin lompat dari lubangnya. Kini, pemuda yang sejak tadi mengganggu pikiran itu sudah ada di sampingku, sambil tersenyum!

Akh! Ini tidak mungkin. Ini pasti mimpi lagi. Tolong, seseorang ... bangunkan aku sekarang. Rasanya, aku bisa gila karena dia!




~ bersambung ~




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar