Itu hanyalah sebuah danau yang biasa. Tak ada hal
istimewa. Tetapi orang-orang yang memuja keagungannya, memberikan nama Danau Berkah.
Iya, berkah. Mereka yakin, danau itu mampu mewujudkan semua keinginan. Impian.
Bahkan harapan yang telah mati sekali pun. Hingga mereka begitu bodoh.
Memuja-muja, menyembah layaknya danau itu adalah Tuhan.
Di sinilah kami tinggal. Hidup bersembunyi dalam
kesunyian sambil terus mengamati tingkah laku manusia-manusia yang sering
melemparkan sesajen ke dalam danau. Kami tak pernah tahu, apakah doa-doa yang
dilambungkan mereka saat memohon sesuatu pada danau telah tercapai atau belum
setelah persembahan itu. Yang kami lihat hanyalah, setelah mereka pergi, tak
satu pun yang datang kembali.
Tak satu pun.
Selama berabad-abad, kami tak pernah muncul di
hadapan para manusia itu. Kami takut. Iya, benar. Kami sangat takut pada
manusia. Bagi kami, manusia lebih bengis dari pada binatang. Lebih busuk dari
para iblis. Karena itulah kami hanya bisa diam dalam lubang-lubang
persembunyian kami.
Bersembunyi, tak pernah menunjukkan diri kami.
Hingga malam laknat itu datang.
Saat mata kami sedang terpejam, kunang-kunang
berdengung membangunkan. Lalu kami dengar suara-suara gaduh di sisi selatan
danau. Sebuah teriakan meminta tolong. Tangisan yang mencekik. Membuat tubuh
kami bergidik ketakutan.
Siapakah itu? Siapakah mereka yang sedang ribut di
sana? Tanya kami bersamaan.
Karena rasa keingintahuan, kami pun menghampiri.
Pelan-pelan sekali. Sampai angin pun tak mendengar suara langkah kami yang tak
menapak tanah.
Di antara rerimbun lalang, kami melihat
bayangan-bayangan itu. Mata kami terbelalak. Merah. Kemarahan kami terbakar.
Sedih. Setitik air mata jatuh dari sudut-sudut mata kami yang meruncing. Iya.
Itu kejadian yang sangat mengerikan!
Kami melihatnya. Beberapa lelaki menggenggam
tangan dan kaki-kakinya. Seorang lagi menindih. Gadis itu meronta, tetapi
pukulan keras berkali-kali mendarat di kepalanya. Hening. Malam yang durjana.
Kami berteriak memaki. Menangis tersedu-sedu. Hati kami tertusuk-tusuk melihat
gadis itu disiksa dan dinodai. Setelah mereka merasa puas, ia ditinggalkan
begitu saja.
Tubuhnya lunglai. Kami pikir ia sudah mati, saat
melihat darah mengalir dari kepala, bibir dan sela-sela pahanya. Pedih. Tetapi
kami salah. Tiba-tiba saja mata gadis itu terbuka. Lebar dan mendelik penuh
kebencian. Marah.
Ia menatap kami! Ia bisa melihat sosok kami!
Matanya seperti memohon, menangis, sekaligus menebar kemurkaan.
Dengan sisa-sisa tenaga terakhirnya, ia mencoba
merangkak. Menyeret tubuhnya yang hampir lumpuh, mendekati kami yang semakin
mundur ke arah danau. Di sela-sela keheningan malam yang tengah tertidur, gadis
itu menangis berteriak pilu.
“Tolong ... Aku ingin kutuk mereka. Aku ingin kutuk
mereka!”
Merengek dan terus merayap.
Kami menangis. Hati kami pun meleleh, lumer
diterkam rasa iba padanya.
-oOo-
ANIMUS Seven Days adalah sebuah novel perdana dari Ajeng Maharani yang hanya ditulis dalam 30 hari. Ya, 30 hari! Suatu komitmen yang berhasil dipatri dalam diri, untuk bisa menaklukan diri sendiri dari semua excuse.
ANIMUS Seven Days berisi 4 cerita yang saling berkaitan. Ada benang merah yang menghubungkan setiap ceritanya. Ada 'jantung' yang berdetak mewakili kesemuanya. Tentang
dentum hati Salsa yang terjebak di antara kebusukan dan arogansi para
tokoh masyarakat. Tentang cinta Yana dan si
Gadis Lumpur yang dihantui oleh keangkuhan manusia yang
mengkotak-kotakan status dan kedudukan. Tentang kisah Guntur yang
tenggelam dalam pengkhianatan hingga membuat dirinya korban dari
permohonannya sendiri. Juga tentang kisah pencarian Bunga akan cintanya
yang raib di Pulau Maku-maku.
Kisah-kisah yang mendebarkan, membuat Anda selalu penasaran untuk melanjutkan ke halaman berikutnya. Bersiap-siaplah, karena setiap inci novel ini, akan membuat Anda berhenti bernapas sepersekian detik!
Testimoni pembaca:
LINDA IRMA :
"Dalam waktu dua malam, ANIMUS berhasil kulahap habis. Kisahnya keren, bikin penasaran, bahasa dan diksi-diksinya oke banget (banyak kata-kata baru yang aku ketahui setelah baca novel ini) Bahkan kisah-kisahnya sampai kebawa-bawa mimpi! Penulis mampu membuatku masuk ke dalam cerita. Puas banget! Penantian yang tak sia-sia, terbayarkan sudah."
"Dalam waktu dua malam, ANIMUS berhasil kulahap habis. Kisahnya keren, bikin penasaran, bahasa dan diksi-diksinya oke banget (banyak kata-kata baru yang aku ketahui setelah baca novel ini) Bahkan kisah-kisahnya sampai kebawa-bawa mimpi! Penulis mampu membuatku masuk ke dalam cerita. Puas banget! Penantian yang tak sia-sia, terbayarkan sudah."
FENI MERIYANI :
"ANIMUS bikin greget, maunya cepat selesai baca. Bikin penasran! Imajinasinya keren, serasa kebawa dalam suasana nyata di dalam novelnya. Suka!"
"ANIMUS bikin greget, maunya cepat selesai baca. Bikin penasran! Imajinasinya keren, serasa kebawa dalam suasana nyata di dalam novelnya. Suka!"
DIAN ABADI :
"ANIMUS itu bagus, spooky, mendebarkan hingga akhir! Beberapa quote ngena banget di hati aku."
IDA FITRI :
"Aku sudah sering baca novel-novel terbitan mayor, namun novel indie yang kualitasnya sejajar mayor adalah ANIMUS!"
"Aku sudah sering baca novel-novel terbitan mayor, namun novel indie yang kualitasnya sejajar mayor adalah ANIMUS!"
Harga Rp. 55.000,-
Pemesanan melalui WA 085 606 606 007 atau inbox FB https://www.facebook.com/ajeng.fiqha
Begitu launching, aku pesen 2 buku. Satu untukku sendiri, satu untuk seseorang spesial agar dia juga termotivasi menulis, mengalahkan semua excuse. Kalau Ajeng Maharan bisa, kenapa aku tidak bisa?!!
BalasHapus