Renungkan sejenak sebuah pertanyaan,
“Mengapa kita harus bersyukur dengan siapa-PUN kita dijodohkan oleh
Tuhan??”
Seorang teman, perempuan, mengatakan akhirnya dia jauh lebih bersyukur dan
merasa beruntung memiliki suaminya setelah melakukan perselingkuhan dengan
mantan pacarnya. Dikarenakan sang mantan hanya mampu bermulut manis padanya,
banyak mengumbar janji, dan pada akhirnya pun pergi meninggalkan dirinya dengan
perasaan hancur lebur.
Saya lemparkan ucapan jujur kepadanya, “Salah kamu sendiri.”, saat dia
bercerita diantara amarah dan kesedihan. Loh, mengapa? Satu, perempuan itu
sudah menikah. Dua, sang mantan juga sudah menikah, jika bertemu dan mengikat
kembali kisah masa lalu, kemudian dia begitu mudahnya terbuai rayuan sang
mantan, apakah itu bukan karena dia mengijinkan semua terjadi? Ketika semua
berakhir tidak indah, mengapa hanya marah pada lelakinya? Bukankah dia juga
berperan dalam penulisan sebuah cerpen pendek tentang mereka?
Saya merasa kasihan. Juga tidak menyukai caranya menemukan rasa syukur
terhadap apa yang sudah dimilikinya. Tetapi, jika kita mau berpikir, di situlah
ada cara Tuhan menegur dia, agar bisa belajar menerima dengan siapa Tuhan
memberikan pasangan hidup untuknya.
Memang benar apa yang sering kita dengar, bahwa rumput tetangga selalu jauh
lebih tampak hijau dari rumput sendiri. Dia memiliki suami yang pendiam,
mungkin kurang romantis, tidak gampang merayu dengan kata-kata manis yang mampu
melambungkan hatinya, dan terkadang terkesan cuek. Karena itu ketika bertemu
sang mantan, dia merasa menemukan sesuatu yang tidak dimiliki suaminya. Sesuatu
yang dirindukan.
Katanya sang mantan itu humoris, romantis, pandai merayu, seorang yang “a
nice guy” sekali dan mempunyai obrolan-obrolan seru yang mampu membangkitkan
kembali perasaan yang tertidur. Dikatakan pula ada sebuah pertanyaan mendalam
di antara mereka, “mengapa kita tidak dipertemukan sebelum saling terikat
sebuah pernikahan?” Pun juga, “seandainya jika kita bertemu lebih awal dan menikah
,,,”
Maka kata “andai” dan kembarannya si “seandainya” menjadi ladang favorit
buat mereka berdua merajut rindu. Mendengarnya saya jadi berkata.. (dengan
jujur tentu saja, walaupun itu menyakitkan)
“Itukan hanya yang tampak dari luarnya saja. Di mana-mana, saat masa pedekate, yang diliatin pasti yang baik-baik
kan? Belum tentu jika kalian menikah dengan dia akan jauh lebih baik dari
suamimu yang sekarang. Kalian dulu terpisah, itu artinya tidak berjodoh, lalu
sekarang kamu menikah dengan suamimu artinya kalian berjodoh. Jangan
mencoba-coba berandai-andai pada takdir Tuhan. Siapapun jodoh kita itulah yang
paling cocok dengan kita. Kekurangannya akan kita tutupi dengan kelebihan kita,
pun demikian sebaliknya.”
“Tidak akan habisnya jika kita terus melihat milik orang lain yang tidak
kita punyai. Satu hal yang terkadang manusia kurang memahami, bahwa Tuhan pasti mempunyai tujuan dan rencana
mengapa kita dipasangkan. Ada banyak pesan dariNya yang harus kita temukan
di setiap kejadian, termasuk dengan siapa kita dijodohkan olehNya. Itu tugas
kamu, tugas kita semua, salah satu makna kita hidup di sini.”
Maka begitulah, saya yakin, jika menemukan pesan tersembunyi dari Tuhan,
mau memahami maknanya, kita akan jauh lebih bersyukur dengan hidup. Dengan apa
yang kita miliki. Bersyukur dengan siapa pun suami atau istri kita, tanpa harus
melakukan perselingkuhan dulu baru kita sadar. Terima dia dengan kekurangannya.
Lalu ingat satu hal, ini penting walaupun harus diulang-ulang pengucapannya,
Tuhan tidak akan memberikan apa yang kita
inginkan tetapi apa yang kita butuhkan, dan Dia-lah yang Maha Mengetahui
semuanya.
Okt 12,2013
20:35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar