Aku teringat benar malam itu, di saat kelam yang anggun tertidur di antara
kami berdua, yang tengah saling mereguk hangatnya pelukan cinta.
“Pa, sebagai seorang istri aku ingin bertanya sesuatu padamu.”
“Apa?”
“Mengapa lelaki begitu mudahnya berkata mesra dengan wanita-wanita yang
bukan istrinya?”
“Itu naluri lelaki, Ma.”
“Naluri? Berarti kalian membuat itu sebagai hal yang biasa?”
“Begitulah..”
“Apakah ketika itu kalian benar-benar sedang serius dengan kata-kata kalian
kepada mereka? Wanita-wanita itu..”
“Tidak.”
“Mengapa?”
“Karena wanita yang mudah sekali dirayu oleh suami wanita lain, adalah
wanita yang murah, Ma. Dan lelaki tidak akan pernah mau serius dengan mereka.
Hanya sebagai kesenangan saja. Bisa dibilang pemicu adrenalin.”
“Benarkah? Lalu, mengapa kalian memberika kebahagiaan kepada mereka jika
kalian tidak serius dengan ucapan-ucapan rayu itu?”
“Karena kami mempunyai niatan terselubung pada mereka. semakin mereka mudah
ditaklukan hanya dengan kata-kata, ajakan makan malam, kencan, atau hal-hal
lain, semakin kami ingin mendapatkan lebih dari mereka...”
“Hal yang lebih...”
“Ma, tidak mungkin lelaki itu mau menikahi wanita-wanita macam itu. Pada
kenyataannya, wanita yang kami cari sebagai pendamping adalah mereka yang
berhati tangguh, tegar, penyabar dan mampu menghadapi kekanak-kanakan kami.
Bisa memahami kami, dan tetap berada di sisi kami pada saat kami terluka dan
jatuh. Tidak hanya yang menginginkan keindahan saja, tetapi juga bisa menerima
kekurangan dan keburukan kami. Wanita seperti itulah yang kami butuhkan...”
“Apa kau menikahiku juga karena itu?”
“Tentu saja, Ma. Bagi lelaki, istri adalah tempat mereka bermanja. Mungkin
benar kami memang nakal, namun kami
sangat, sangat, mencintai istri-istri kami.”
“Apakah kalian tidak takut jika istri-istri kalian tahu tentang hubungan
kalian dengan wanita-wanita itu? Mungkin mereka masih bisa memaafkan dan
menerima kalian kembali, tetapi, bukankah kami para istri juga memiliki batas
kesabaran. Jika titik itu telah berada pada kata jenuh dan lelah, lalu pergi
meninggalkan kalian, bagaimana dengan rumah tangga kalian kelak? Tidak takut
semuanya hancur..”
“Entahlah... Terkadang hal-hal seperti itu tidak pernah bisa mempengaruhi
kami pada saat kami tergoda dengan kesenangan.”
“Pa, laki-laki itu seperti anak kecil ya. Maunya hanya ingin senang dan
istri-istri mereka diwajibkan bertindak seperti seorang ibu yang akan selalu
memeluk dan memaafkan kesalahan anaknya.”
“Mungkin, bisa jadi seperti itu, tetapi itulah kenyataan kami...”
Nda, 160314
10:28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar