“Apa yang sebenarnya tengah kau inginkan?”
“Ketenangan.”
“Maka cobalah untuk menenagkan hatimu, Va.”
“Bagaimana aku bisa tenang jika aku selalu menemukan keganjilan?”
“Itu karena kau memikirkannya. Hentikan pikiran yang tidak bermanfaat itu,
jangan rusak kehidupanmu sendiri.”
“Cih, tidak mungkin aku bisa berhenti memikirkannya jika keganjilan demi
keganjilan masih saja hadir dalam sosoknya setiap hari. Bayangkan, setiap
hari!”
“Ah Va, maka selamanya kau akan terluka..”
“Iya aku tahu, itu pula yang dia katakan padaku, dulu. Dengan mudahnya dia
berkata untuk merubah mindshet-ku.
Dirubah bagaimana?...”
Sekilas kenangan tetang percakapan dengan lelaki itu berkelebat. Aku ingat
benar, malam itu di sela-sela tubuh kami yang saling terbaring dalam
pembaringan, dia berkata, “coba rubah pikiran Bunda, anggap saja apa yang
selama ini Ayah lakukan dengannya hanyalah sebuah permainan belaka. Hanya
iseng, tidak serius...”
Iya.. mudah sekali lelakiku berkata demikian. Padahal jelas-jelas aku tahu
kenyataannya. Tahu segala yang mereka obrolkan tetang cinta, tentang hati yang
tak mungkin untuk bersama. Juga tentang kenangan, tentang sebuah janji untuk
saling mencintai selamanya, takkan melupakan. Janji untuk bahagia walaupun tak
mungkin untuk mereka saling bersama.
Fuck! Sisi kemarahanku
mengumpat.
Bahkan dia rela meninggikan kedudukan perempuan itu dalam kehidupannya,
iya! Memberikan nama perempuan tercintanya pada bayi kecil nan cantik yang baru
aku lahirkan...
Lihatlah, jika sudah begitu, bagaimana mungkin aku bisa mengubah kenangan
tentang perselingkuhannya hanya sebuah kata “iseng belaka”.. bagaimana?
Katakanlah padaku sekarang juga!
“Perempuan itu tengah terluka. Entahlah, aku merasakannya dan menjadi
sebuah iba.”
“Aku juga tahu itu.”
“Lalu..?”
“Hanya saja aku akan terluka kembali setiap dia menemukan lagu romantis
yang menggambarkan perasaannya tentang perempuan itu..”
“Bagaimana kau tahu itu lagu untuk perempuannya?”
“Karena, aku dan kau paham benar bagaimana saat dia sudah mencintai, bukan?
Hubungan mereka tidak hanya sekedar iseng, tetapi hati-hati mereka sudah ikut
berbicara, kau tahu itu dan jangan coba menyangkalnya..”
“Kau benar. Tetapi..”
“Tetapi apa?”
“Jika kau hanya bisa menyalahkan dan membenci seperti ini, apa kau akan
hidup tenang?”
“Jelas tak akan, Va..”
“Kamu ingat apa motto kita berdua yang telah menguatkan kita dalam hal ini
dan juga tetang hal apapun tentang kelakuannya?”
“Iya, aku ingat..”
“Apa?”
“Bahwa, jangan pernah iri dan cemburu pada mereka yang tengah menumpuk dosa..”
“Nah! Gunakan itu, sudah lupakah kau caranya?”
“Tidak..”
“Va, kembalilah ikhlas dengan apapun yang tak kau ketahui dan apapun yang
ingin kau ketahui. Biarkan. Jika benar, maka ada Tuhan yang akan menjudge tindakan mereka. Jika salah, maka
bersyukurlah bahwa lelaki kita telah berubah...”
Sisi kemarahanku diam..
“Lihatlah lelakimu sekarang, dia telah banyak berubah bukan? Semakin
lembut, dan tak pernah lagi seperti dulu. Apa lagi yang kau harapkan dari dia.
Bersyukurlah, ijinkan dia memeprbaiki kesalahannya. Jangan biarkan masa lalu
terus membayangi kehidupan kalian. Ayolah, rubahlah dirimu, bukan untuk
sesiapa, tetapi untuk dirimu sendiri... untuk kita berdua...”
“Tapi bagaiamana jika dibalik kebaikannya dan sikap tiba-tibanya yang
romantis penuh kasih sayang itu hanyalah kedok untuk menutupi hubungannya lagi
dengan perempuannya?”
“Kamu.. bukankah dari awal sudah kukatakan, ikhlaskan. Biar yang berhak
memberi balasanlah yang membalasnya kelak, dan tentu saja jika apa yang kau
khawatirkan ini benar, bukan? Ayolah, Va. Jangan menggapai keburukan, nanti kau
sendiri yang akan terluka.. jernihkan pikiranmu.”
“Kau benar..” kemarahanku berkata sambil tertunduk. Kemudian kesabaran
datang memeluknya.
“Berdamailah dengan keadaan apapun, Va. Kau tahu kau itu sebenarnya kuat
dan tangguh. Ijinkan dirimu bersinar indah. Buktikan pada mereka yang
menyakitimu, bahwa kau adalah yeng terbaik, kau pemenang dari kebusukanmu
sendiri. Dan perlihatkan sebuah sukses di mata mereka. Kelak, ada masa di mana
seseorang akan menyadari dan menyesal karena telah menyia-nyiakan keberadaan
dirimu. Buat hatimu cantik, Va. Buatlah dia mekar dan harum..”
Ah.. hembusan lenguhku terasa ringan. Pertarungan dua sisi yang sedari tadi
mengaduk-aduk hatiku sepertinya telah hampir berakhir. Kusungging senyum, lalu
menyeruput kopi susu di cangkir cokelat milikku.
Iya, jangan pernah aku kalah, dengan masa lalu....
Nda, 020414
Tidak ada komentar:
Posting Komentar