Aku teringat betul, ketika Galuh memekik tertahan dengan erangan
yang ringkih, balon-balon itu membumbung tinggi, melayang ke udara. Dari
keheningan mereka, terdengar cerita tentang seorang gadis kecil yang meregang
nyawa di hadapanku.
Tubuhku diam terpaku. Seolah salur-salur samun melilit erat kedua
kakiku, dan tak membiarkan aku segera datang menghampiri Galuh. Aku menelan
ludah, tanganku bergetar satu persatu. Semua yang kulihat menjadi sebuah layar
televisi buram. Berputar, dan berputar. Hingga akhirnya, aku jatuh. Kesadaranku
raib, menjadi kegelapan yang sangat pekat.
***
Seketika aku terperanjat. Kepalaku masih terasa
pening. Bau kamar tidur yang sudah tak asing lagi menyeruak di sela-sela
hidung. Hingga akhirnya, ingatanku tersadar tentang gadis kecilku, Galuh.
“Galuh.. Galuh..”
Kupanggil namanya berkali-kali, namun tak tampak
sebuah jawaban sekalipun dari arah luar kamar. Hatiku cemas. Segera kuangkat
tubuhku yang masih terasa lemas, beranjak dari ranjang.
“Ibu mau kemana?” Mbok Sa tergopoh-gopoh datang
menghampiri diriku.
“Galuh mana, Mbok? Galuh anakku, di mana dia?”
Raut wajah Mbok Sa menyiratkan kesedihan, membuat
tubuhku kembali bergetar. Jantung yang sedari tadi berdetak kencang, kini
semakin menggila. Aku hampir pingsan lagi.
“Mbok...”
“Neng Galuh ada di rumah sakit, Bu. Dia sedang
kritis,” jawabnya. Seketika, sebuah pasak tajam yang datang entah dari mana,
menghujam hatiku.
***
Jalan depan sekolah Bustan Children School tempat
Galuh terakhir kali menambatkan keceriaannya, siang ini lengang. Semua murid,
guru dan ibu-ibu yang mengantarkan anaknya bersekolah sudah berhamburan pulang.
Kulihat sebuah balon yang telah kempes, lunglai
menggantung di ranting pohon sono di depan gedung sekolah. Rupanya satu balon
itu tak sudi meninggalkan tempat pemiliknya jatuh tersungkur. Mungkin dia masih
ingin mengenang keberadaan gadis kecilku yang periang.
Ah, bulir beningku kembali meleleh. Jika saja,
iya... jika saja di hari itu aku tidak hanya sibuk bercengkrama ria bersama
wanita-wanita yang tengah asyik bergunjing tentang perempuan di ujung gang,
Galuh tak akan pergi secepat ini.
Seandainya saja, aku lebih memperhatikan gadis
kecilku, tidak mungkin semua ini terjadi. Iya, Galuh pun akhirnya meninggal
setelah koma tiga hari, akibat tertabrak sepeda motor yang melaju cepat.
Pengendara itu ternyata adalah seorang pencuri yang baru saja melarikan motor
salah satu warga. Dan Galuh, menjadi korban kelalaian ibu kandungnya sendiri.
Isakku tersengal-sengal. Melempar semua kemarahan
dan sesal, yang selamanya takkan pernah membiarkan aku untuk lupa, tentang
keberadaan Galuh.
Galuh...
Maafkan Bunda sayang... Maafkan...
Nda, 100414
Tidak ada komentar:
Posting Komentar