Ah, jilbab..
Dulu aku begitu mudahnya meremehkanmu. Mencibir kesederhanaan dan
keanggunanmu. Mengatai mereka yang berjilbab panjang sebagai manusia sok alim yang
tidak tahu bagaimana cara menikmati hidup dan terbelakang jaman. Pun juga
menghina dalam hati kepada mereka yang berjilbab setengah-setengah. Mengenakan
jilbab tetapi terlihat leher dan dada.
Tetapi aku salah..
***
Yup, sedikit banyak, itulah pandanganku tentang jilbab dahulu. Miris,
padahal itu hanya sebuah kain penutup saja, tetapi mengapa aku tidak bisa
memakainya?
Aku ini terkenal tomboy. Cuek, cara jalannya gagah, omonganku kasar, sangat
lihai sekali dalam mengumpat, pemarah, mudah tersinggung, dan pembenci sekali.
Hari-hari hanya diisi dengan pikiran negatif. Bahkan aku mendapat julukan
“preman”. Lah kok bisa? Karena kalau sudah marah, gak bakal noleh kanan kiri
atau siapa yang akan dihadapi. Laki-lakipun kutantang dengan menunjuk hidungnya
dalam jarak cuma selebar jari-jari tangan yang terbuka!
Beneran, aku gak mengada-ada. Seburuk itulah aku dulu. Lagu yang mengisi
hari-hariku itu lagu-lagu setan. Korn, Limpbizkit, System of Down, Distrubed.
Itu yang masih berbau sedikit slow. Bahkan musik underground-pun pernah kulahap
dengan tenang.
Ah, masa kelam ya.. sekarang jadi malu kalau ingat itu. Padahal dulu aku
merasa sangat keren tiap kali mendengarkan lagu-lagu itu. Ah..
Waktu itu masih bekerja di salah satu supermarket ternama. Setelah dua
tahun menjadi satpam, aku hendak dipindahkan ke departeman kasir. Tapi kutolak.
Malas sekali ribet dengan kaum wanita yang super duper bawel dan amboi, ramai
sekali kalau berceloteh. Akhirnya dengan sedikit nekat, aku memilih menjadi
salah satu staff butcher saja, yang didominasi kaum lelaki. Ya jelaslah semua
kaum lelaki, wong kerjanya berat. Sudah begitu, harus siap menghadapi
barang-barang berbau amis dan menjijikan.
Tetapi aku suka. Bergumul dengan darah daging sapi segar, bau amis ikan
yang harum semerbak, dan menikmati saat mencincang ayam utuh menjadi
bagian-bagian yang kecil. Rela menghadapi saat semua itu dalam keadaan busuk
dan berbau. Belum lagi menyukai kengerian saat memotong tulang iga beku atau
buntut sapi beku dengan alat pemotong daging bernama “bonesaw”. Kalian tahu
bagaimana bentuknya? Sebuah mesin pisau gergaji tipis dengan gigi-gigi runcing,
yang berputar-putar secepat mesin gergaji pohon. Sedikit lengah saja,
jari-jarimu akan terpotong! Sudah banyak teman sejawat yang mencicipi pedihnya
terpotong mesin itu. Dan tentu saja, cacat adalah taruhannya.
Sudah bisa membayangkan bagaimana jantannya aku ketika itu?
Nah, bekerja di supermarket, saat bulan Ramadhan diwajibkan memakai jilbab.
Dan jujur, saat itu sangat menyiksaku. Sudah tidak suka dengan kain persegi
yang tipis berkibar-kibar itu, eh malah dalam keadaan bekerja dipaksa
memakainya. Jelas-jelas akan menyusahkan ruang gerak.
Sedikit-sedikit lepas jilbab. Gerah. Rambut rasanya gatal. Panas. Padahal,
tempat kerjanya kan be-AC. Tetapi badan ini kok rasanya berkeringat terus
ditutupi seluruh tubuh seperti itu. Sesak.
Bahkan, sering aku ngumpet masuk ke dalam ruangan frozen yang sebesar kamar
tidur, tempat menyimpan barang-barang beku. Seperti daging, ayam, kentang,
nugget. Berdiam lima menit di situ, setelah puas baru keluar lagi. Atau kalau
tidak di situ, lebih sering memasukan serutan es batu dari mesin “ice maker” ke
dalam baju! Wah, ironis sekali ya.
Menyedihkan, sampai segitunya aku dengan jilbab.
Hingga suatu hari, saat membuka akun facebook, aku melihat sebuah
postingan. Kurang lebih bunyinya seperti ini :
“ Wanita-wanita yang tidak menutup auratnya dan berjilbab itu, mereka akan menyeret
ayahnya, suaminya, adik laki-lakinya dan anak laki-lakinya ke dalam api neraka.
Mereka akan abadi di dalamnya.”
Deg!
Aku langsung ingat Papaku. Ingat suamiku. Nangis rasanya hati ini. Apalagi saat
melihat si kecil Arvin dan Chesna. Rasanya aku ini ibu yang sangat jahat sekali
jika menyebabkan kedua malaikat kecil yang mencintaiku itu masuk neraka. Hiks..
Akhirnya pelan-pelan kumantapkan hati. Semakin mencari-cari hukum tentang
berjilbab bagi wanita. Baca sana baca sini. Memahami ini dan itu. Semakin aku
tahu, semakin terasa ngeri hati ini. Sungguh, dalam hati aku bertanya, kemana
saja kau selama ini?! Ini agamamu, mengapa hal wajib yang mendasar seperti ini saja
selama tigapuluh tahun kau tidak mengetahuinya! Hello..
Astaghfirullohal’adzhim.. aku istighfar terus dan terus.
Hingga suatu malam akhirnya akupun meminta ijin pada suami. Nah,
kegalauannya dimulai dari sini. Saat kuutarakan, suami hanya terdiam. Tidak
menyetujui pun juga tidak melarang. Aku tahu benar akan hal ini. Jujur, dia
sebenarnya tidak suka dengan wanita berjilbab. Kenapa? Sama, bagi dia jilbab
itu bukan hal yang modis jika dipandang. Wanita harus rela dilihat menutupi
mahkotanya yang indah, rambut, dan itu membuatnya tidak nyaman.
Hatiku sedih. Sangat sekali. Berhari-hari menimang nimang. Seorang teman
bahkan berkata padaku, “mbak, banyak teman-temanku yang diselingkuhi suaminya,
karena mereka nekat berjilbab dan suami tidak mengijinkan. Alasannya karena
istri sudah tidak cantik dan enak dilihat, tidak bisa dipamerkan kecantikannya
di depan teman-temannya lagi.”
Aku langsung perih. Apa iya nantinya akan seperti itu? Rasa takut terus
menggerogoti. Aku jadi lebih paranoid!
Sampai suatu hari, aku melihat sebuah postingan (lagi-lagi di facebook) fun
page bunda Asma Nadia tentang bukunya “La Tahzan for Hijabers”. Seketika itu
juga pesan buku di mas Agung Pribadi. Berhari-hari kubaca. Isinya sangat
menginspirasi sekali, benar-benar menyentuh perjuangan para wanita-wanita
muslim dalam mempertahankan jilbab mereka. Hatiku tersentuh dan bergetar hebat!
“Hei, lihat perjuangan dan semangat itu. Bahkan ujianmu ini belum seberapa
jika dibanding dengan mereka. Ayo berdiri dan kuatkan hatimu, ini wajib,
penyempurna agamamu. Maka berjuanglah!”
Subhanalloh.. aku menangis. Iya, aku mantapkan hati berjilbab. Tidak
mengapa walaupun suami tercinta masih belum terbuka hatinya, di sinilah
tantanganku. Di sinilah Allah menguji keseriusanku. Benarkah aku mampu atau
hanya ingin ikut-ikutan trend saja?
Dia, sang pemberi kehidupan, hendak menguatkan hatiku menjadi lebih baik.
Aku yakin dan percaya, bahwa dengan semakin menggenggam tangan-Nya, tak ada hal
yang tak mungkin.
Maka, perlahan dan dengan kesabaran cinta pada suami, kutunjukan kebenaran
jilbab dalam hukum-hukum islam. Sedikit-sedikit kusentuh hati kecilnya. Agar
kekasih halalku tahu, bahwa jilbabku adalah pelindung kebaikannya. Adalah bukti
betapa besar rasa cintaku teruntuk dia. Sedikit demi sedikit, kurubah pula
caraku melayani suami. Kutunjukan bahwa, inilah yang kudapatkan dari belajar
agama. Terus setiap hari berdoa memohon pada-Nya agar diberi kemudahan. Terus
dan terus.
Dan kini, perjuangan enam bulanku bersama jilbab, akhirnya membuahkan
hasil. Alhamdulillah, sekarang suami bisa menerima kehijabanku. Bahkan jika
hendak keluar rumah, dia sering mengingatkan, “Bunda tidak pake jilbab?” Senang
sekali rasanya. Bahkan bukan itu saja yang kudapat setelah aku berjilbab.
Kalian tahu? Jilbab benar-benar mampu menahan semua keburukan keluar dari
jiwa kita. Kain yang dulu kuremehkan itu, membuat hati semakin adem.
Benar-benar tentram. Kebencian, kemarahan, dan emosi yang dulu meluap-luap,
sudah mampu kutata dengan baik. Karena apa? Karena pengaruh jilbab. Ingat
dengan semua larangan-Nya. Rasa panas, gerah atau gatal di rambut tidak
kurasakan lagi. Subhanalloh, inilah yang namanya niat. Kekuatan yang kurasakan
karena hangatnya agama yang menyejukanku benar-benar menenangkan!
Memang belum sempurna kemampuanku memahami kembali agama yang dulu pernah
kutinggalkan. Perjuangan dan perjalanan hijabku pun belum berlabuh pada kata
selesai. Masih perlu banyak belajar dan belajar. Menambal semua kekurangan yang
tertinggal jauh. Tetapi aku yakin, Allah, pasti menjagaku.
Aamiin..
Jan 28, 2014
8:59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar