Sstt..
Jangan terkejut. Aku pernah jadi satpam. Iya, satpam. Lengkap dengan baju
atasan putih dan rok selutut dengan seabrek perlengkapan yang tertenteng di
pinggang. Sebuah handytalk besar berwarna hitam dan pentungan sepanjang lengan
anak ketigaku, Fiqha. Belum lagi sepatu bersol tebal yang sangat memberatkan
langkah! Seperti memakai sepatu kayu milik Pinokio saja rasanya.
Apa? Tidak percaya..
Hahaha, sama dong. Awalnyapun aku juga tidak menyangkah kalau setelah lulus
dari Sekolah Menengah Atas, seorang tetangga menawarkan sebuah pekerjaan di
kantornya. Dan itu adalah menjadi satpam di salah satu supermarket terbesar di
Surabaya. Mereka lagi butuh seorang satpam wanita.
Kok menawarinya ke mbak Ajeng loh? Mengapa bukan orang lain saja?
Karena di tempat tinggalku, aku memang terkenal tomboy. Satu hal lagi yang
mendukung, tetanggaku tahu kalau aku ikut salah satu perguruan bela diri di
sekolah. Jangan ditertawakan, please. Nama perguruannya, Siaw Liem Sie Garuda
Mas. Sudah sabuk coklat! Dan itu tingkatan ke lima.
Kalian tahu tidak, jurus ke lima yang sedang kuperdalami saat itu?
Bangau! Binatang yang terlihat lemah dan biasa-biasa saja tetapi sangat
cepat saat menangkap ikan di air. Dia lembut dan tenang, tetapi mematikan!
Tunggu, jangan kalian tanyakan bagaimana saja gerakan bangau itu, aku sudah
lupa. Sudah memudar seiring waktu bertahun-tahun lalu. Ha-ha.
Kembali ke cerita utama. Walaupun aku kurang meminati pekerjaan yang
ditawarkan, tanpa babibu, akhirnya berangkat juga melamar. Bermodal ijazah
terakhir, sertifikat-sertifikat pendukung, dan tentu saja, piagam yang aku
dapatkan dari perguruan. Semuanya bondo nekat!
Bismillah, untuk sementara tidak apa-apalah. Buat membantu meringankan
tanggung jawab Papa yang saat itu masih memiliki tanggungan tiga anak lagi. Toh
ini juga kewajibanku sebagai anak pertama.
Begitu datang dan bertemu dengan petinggi perusahaan cabang Surabaya, semua
masih melihat aneh padaku. Bagaimana tidak. Aku berpawakan tidak memadai
sebagai seorang satpam. Tidak kokoh, tidak dempal, pun tampak tidak tegas.
Berat badan hanya tigapuluh sembilan, dengan tinggi seratus enampuluh, kurus
sekali.
Dalam kebimbangan, Pak Pimpinan menantangku buat melawan salah satu anak
buahnya. Laki-laki. Tinggi, berkulit hitam kecoklatan. Disuruh begitu, aku
hanya tersenyum saja. Maklum, masih lugu. Lalu apa yang terjadi? Sekejab mata
berkedip (halah!) laki-laki itupun sudah jatuh ke tanah.
Dia menghantam, kutangkis, tarik lengannya, jegal kakinya, lalu dengan
tangan kanan kurobohkan tubuhnya hingga terpelanting pelan ke belakang.
Selesai.
Tunggu (sekali lagi) mungkin tampaknya aku hebat dan keren. Tapi
sebenarnya, waktu itu jantungku deg-degan! Hampir mau copot dari sarangnya.
Busyet! Baru kali ini aku melawan seseorang yang bukan teman seperguruan.
Laki-laki pula. Takut kalah. Takut malah aku yang dijatuhkan. Kan malu.
Hahaha..
Melihat adegan sekelumit itu, Pak Pimpinan puas. Jadilah aku dipekerjakan
sebagai satpam. Saat itu tokonya masih ada di Plaza Marina. Culun-culun datang
pake hem putih dan rok hitam, dilihatin dari rambut sampai kaki.
“Mbak mau mencari siapa?” tanya salah satu karyawan.
Setelah kubilang kalau aku ini satpam baru yang bertugas di TOPS
Supermarket, eh yang bertanya malah menyungging senyum. Hiks.. tetap dirasa
tidak pantas ya kalau aku ini satpam. Menyedihkan.
Ya, begitulah.
Selama dua tahun jadi satpam supermarket itu banyak sedih dan senangnya.
Pernah dibentak suplier yang garangnya minta ampun. Lalu dijauhi teman yang
ketahuan melakukan kecurangan lalu mempengaruhi yang lain buat memusuhi. Sering
juga tidur di tumpukan kardus bekas. Menyenangkan!
Berkali-kali juga menangkap maling. Salah satunya komplotan maling
kosmetik. Lelaki dengan berwajah seram. Berjalan terseok-seok menyeret kakinya
yang telah penuh terisi dengan barang curian. Waktu itu aku ingat benar,
duapuluh empat biji shampoo berukuran duaratus mililiter. Setelah itu, aku
takut pulang. Takut diincar sama komplotannya. Hahaha..
Itulah pekerjaan pertamaku. Setidaknya buat pengalaman yang berharga.
Ternyata, kerja apapun asalkan kita menikmatinya, rasanya enteng-enteng saja
dilakukan. Bahkan aku jadi suka. Banyak yang kupelajari. Salah satunya belajar
tegas. Lah, akukan walaupun terkenal tomboy dan mandiri aslinya dulu masih
cengeng sekali. Dibentak sebentar, sakit hati lalu menangis. Hehe.. Nah
hasilnya, sekarang mah uda kebal. Tidak ada yang lebih seram daripada dibentak
suplier tinggi tegap, berbadan besar, hitam, bertutur kasar, dan Madura. Kalian
bisa bayangkan kan bagaimana shocknya. Masih mending jika diteriakin gajah dari
Kebun Binatang Surabaya. Mereka lebih lucu. Hihihi..
Nah, bagaimana dengan sahabat KBM, masih ingatkah apa pekerjaan pertama
kalian?
Jan 18, 2014
20:11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar