Pernikahan yang
menjenuhkan. Pasangan berubah tidak seindah waktu pertama kali menapaki asmara.
Dulu ada debar yang merindu menendang hati jika tak bertemu, debar itu juga
mengigit raga hingga kaku saat berada di hadapannya. Dia masih cantik, masih
tampan, masih berbau harum, ranum seperti buah mangga mengkal yang ingin segera
dipetik dari pohonnya. Tawanya menyejukan, senyumnya memabukan, setiap kata
yang terpahat dari bibirnya membuai kenyataan menjadi sebuah impian untuk bisa
bersamanya selalu. Sungguh, rindu masa-masa yang bagaikan dongeng indah
gadis-gadis kecil yang bermimpi bertemu pangeran dengan kuda putihnya.
Tetapi lihatlah
kini para kekasih itu. Sang istri, badannya menggendut, bengkak karena telah
melahirkan buah hati atas nama cinta, berdaster kumal, rambut teracak merayap
kemana-mana. Kulit pun tak selicin dan halus seperti masa muda. Lebih sering
mengomel, masalah sepele tentang mandi pun harus bertengkar dengan anak-anak,
sungguh tidak membuat nyaman penghuni rumah. Aromanya pun, aroma dapur. Bau
ikan, bau asap nasi yang mengepul, bau bumbu dapur yang menyengat, bercampur
menjadi satu. Apa ini? Mengapa tidak ada lagi sosok wanita cantik berbau harum
dengan keseksian kerlingan matanya dan kemolekan tubuhnya yang menggoda. Di
mana dia?
Lalu lihatlah
sang suami. Sosoknya berubah menjadi manusia yang menumpuk alasan-alasan untuk
membuat hati ini jengkel dan marah. Malas, liburan hanya tidur, hanya tertarik
dengan gedget di tangan, sibuk game ini game itu. Padahal rumput depan sudah
setinggi lutut, sampah belakang juga butuh dirapikan, anak menangis pun tak
dipedulikan, tetap sibuk pencet sana pencet sini, bbm sana bbm sini, sungguh,
hati mana yang betah hidup dengannya. Apalagi saat berkerja, berangkat pagi pulang
tengah malam, beralasan lembur atau menemani bos ke luar kota. Hampir tak ada
waktu untuk bergelut mesra di peraduan cinta, berbicara di atas bantal sambil
berpegangan tangan, bahkan jarang ada belaian atau pelukan saat hendak
memejamkan mata. Tidak untuk istri, tidak untuk anak-anak. Hei, di mana pria
lembut penuh kasih itu pergi? Lalu siapa yang ada saat ini?
Begitulah...
Dengan
berjalannya waktu, semua pasti ada perubahan. Bisa saja masih ada yang mesra di
usia pernikahan dua atau tiga tahun, tetapi bagaimana dengan yang delapan,
sepuluh, belasan atau kepala duapuluhan? Jika dalam usia matang itu hubungan
masih mesra, sungguh hal yang menakjubkan dan luar biasa. Tapi, uupss, bukan
berarti mereka yang mesra dalam pernikahan yang lama itu karena tidak adanya
masalah dalam berumah tangga. No, salah!
Pepatah barat
mengatakan “true love isn’t without problems, it has many obstacles, true love
is working”
Tidak mungkin
tidak ada masalah, pasti ada, pasti! Hanya saja, cinta sejati itu adalah yang
mampu bertahan.
Mengapa tulisan
kali ini berjudul “TRUE LOVE ISN’T FOUND, IT’S BUILT” ?
Keadaan yang
jenuh dengan seambrek kesebelan, jengkel dan bosan dengan pasangan, terkadang
memaksa hati kita untuk tergoda sesuatu yang mungkin kita rindukan. Membuat
kita mencari kebenaran cinta yang kita inginkan.
“aku telah
menikah dengan seorang wanita yang hebat, tetapi rasanya aku belum menemukan
cinta sejatiku.”
“suamiku baik,
tetapi bikin aku bosan justru dengan kebaikannya. Aku menginginkan sesuatu yang
berbeda yang bisa membuat jantungku melompat keluar.”
Hal sederhana
seperti inilah yang terkadang membuat hati kecil kita melompat-lompat keluar
dari jalurnya. Teguran pikiran jernih kadang diabaikan, saat suatu godaan
muncul di kantor, tempat nongkrong, atau bahkan media sosial, facebook, path
atau twitter. Bertemu kawan lama, bertemu mantan kekasih yang dulu berpisah
bukan karena hal yang menyakitkan tanpa amarah, tetapi malah karena keadaan
atau keluarga yang tidak merestui. Well, selalu ada pertanyaan “what if” yang
muncul menemani debar baru yang dirindukan.
“bagaimana jika
seandainya dulu aku menikah dengan dia, apakah akan lebih bahagia dari saat
sekarang?”
Selalu berputar
pada pertanyaan yang berandai-andai. Memang tampak indah, saat bertemu,
berbicara, proses mendekati kembali, mengenang kisah lama, atau entah apa lagi
itu, tetapi, jika benar-benar menikah, apa benar akan berbeda keadaan. Belum
tentu jika pribadi kita sama dengan saat ini, menikah dengan siapa pun akan
tetap sama saya rasa.
Saya pernah membaca
sebuah kisah tentang seorang suami yang pergi meninggalkan istri dan
anak-anaknya demi mengejar cinta lama yang membuat dia bergetar, membuat dia
merasa muda kembali, tetapi apa yang terjadi di akhir kisah itu? Kesakitan. Hal
yang menyakitkan untuk semuanya. Dia, sang istri dan juga sang kekasih. Ironis.
Bagi saya, dengan
siapa kita menikah saat ini, itulah cinta sejati kita.
Ingatlah kembali
bagaimana perjuangan saat akan menikah dahulu. Bagaimana debarannya. Bagaimana
menggebu-nggebunya saat itu. Semua rela dilakukan demi impian pernikahan bukan?
Lalu kenapa sekarang harus sibuk mencari-cari cinta lain jika saat menikah ada
perasaan keyakinan bahwa wanita inilah atau pria inilah yang bisa membahagiakan
aku.
“nak kamu yakin
dengan pilihanmu ini?”
“iya mamak, iya
bapak, hanya dengan bersama dialah aku bisa bahagia.”
Nah, itu!
Ingatlah kata-kata itu.
Kalau sudah
cinta, peliharalah. Bangun kemesraan, bangun kebersamaan. Cinta itu butuh
diberi makan, butuh disiram dengan air agar bisa bertumbuh terus. Bisa beranak
pinak. Bisa berbunga dan mengharum sepanjang masa. Ada angin, ada badai, lewat.
Hujan atau terik matahari, encer luluh karena kekuatannya. Jika anda pribadi
yang mudah tergoda, maka cobalah untuk berkata tidak. Jika anda mudah mengagumi
sahabat lawan jenis anda yang cantik jelita sexi atau yang tampan mapan,
cobalah menghindari kontak demi rumah tangga anda. Semua butuh pengorbanan dari
kita bukan mala mengorbankan perasaan orang yang percaya dan mencintai kita.
Hei, bangun,
jangan hanya meminta keindahan dari pasangan jika kita sendiri pun tidak mampu
memberikan hal terbaik untuk dia. Jangan meminta istri tidak mengomel jika kita
mencabut rumput saja malas, jangan meminta suami senang bearada di rumah jika
kita tidak mampu menciptakan rumah yang nyaman untuknya berteduh.
Cinta sejati itu
bukan diawali dengan meminta tetapi memberi,,
Cinta sejati
bukan cinta pada pandangan pertama, but love at every sight,,
Cinta sejati itu
tidak HARUS setia, tetapi MENCOBA selalu setia,,
Cinta sejati itu
bertahan, memaafkan, belajar jujur, penerimaan, selalu memperbaiki, berani
meminta maaf, jika genggaman terlepas akan kembali mencarinya untuk menggenggam
kembali,,
Cinta sejati itu
bukan untuk dicari, tetapi dibangun dari cinta yang sudah ada saat ini,,
Jangan bertanya
pada mereka yang baru mabuk akan cinta, tetapi bertanyalah pada ibu bapak kita,
mengapa mereka mampu bersama hingga saat ini? Maka dari merekalah kita akan
menemukan kesejatian cinta.
Nov 18, 2013
11:50
terinspirasi buku
Sakinah Bersamamu (AsmaNadia) dan sebuah pict sederhana di google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar