Selasa, 21 Februari 2017
HUTAN DI TELAPAK TANGANMU
Kamu tidak tahu, ada hutan di telapak tanganmu. Kicauan burung bersahutan dari dalam sana. Juga desisan ular, auman singa, derap-derap kaki rusa, jerit-jerit muram para kera. Tapi bagimu, telapak tangan itu hanyalah alat untuk membelai buah dada.
Kamu tidak pernah tahu, hutan di telapak tanganmu mulai gersang. Pohon-pohon mati, binatang menggeliat, mencari tubuh-tubuh mereka yang mulai lenyap. Anak-anak angin melarikan diri, mencari induk mereka yang lesat kocar-kacir. Air sungai menjelma kering, ikan-ikan berkecipak meminta hujan. Tapi bagimu, telapak tangan itu hanyalah sebuah wadah untuk menerima kejayaan.
Kamu semakin tidak pernah tahu, hutan di telapak tanganmu tenggelam dalam tubuh api yang sedang menari-nari. Malam menghujat rasa panas yang menyengat tubuhnya. Titik hujan enggan untuk turun. Ia hanya diam melihat, sambil menyulam baju hangat untuk suaminya. Di sana, di atas awan hitam yang dicipta api-api. Tapi bagimu, telapak tangan itu hanya untuk bertepuk tangan saat suara partaimu menjadi yang paling absolut.
Hutan di telapak tanganmu begitu malang, sementara kamu, sibuk memaki para wanita yang mulai lupa bagaimana meliuk-liuk di atas perutmu. []
Sidoarjo, 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ada yang lebih penting daripada tepuk tangan partai ya kak maksudnya.
BalasHapusIya Mas Hadi. Tulisan ini mengisahkan tentang kita yang mulai melupakan kelestarian hutan. Terima kasih sudah berkenan mampir. ^^
Hapus