Pertanyaan ini sudah sering saya
dengar. Mengapa saya menulis, dan mengapa saya ingin jadi penulis?
Sebenarnya jika ditanya
demikian, saya ingin sekali bercerita tentang banyak hal, tentang bagaimana
saya mengawali di hampir tiga tahun lalu. Tapi saat ini, saya akan membicarakan
sedikit dari banyak hal itu.
Setelah saya memutuskan untuk
keluar dari pekerjaan—sebuah supermarket terbesar di Indonesia yang sudah saya
geluti selama 10 tahun lebih—karena melahirkan anak ketiga, saya merasa seperti
kehilangan sesuatu. Saya bukan tipe wanita yang bisa diam dan duduk manis tanpa
menghasilkan. Memang sih, tidak diam atau duduk manis begitu saja karena pada
kenyataannya tugas sebagai ibu rumah tangga membuat waktu-waktu yang saya
miliki serasa ingin lebih banyak lagi—beranak-pinak—tidak hanya 24 jam sehari. Justru
dengan keadaan seperti itu saya butuh ditenangkan. Butuh memiliki satu dunia
yang bisa membuat saya membuang segala isi kepala saya dari segala hal yang
berputar-putar. Akhirnya saya pun memutuskan kembali menulis—suatu hal yang
sudah lama saya tinggalkan semenjak lulus sekolah menengah atas.
Saya sedikit banyak memulainya
dengan membuat blog dan bergabung dengan grup-grup kepenulisan di sosial media.
Saya belajar kembali teknik dasar bagaimana menulis yang benar, banyak membaca
dan mempelajari bacaan-bacaan saya. Dari situlah benih-benih semangat itu mulai
muncul. Saya akui mereka semuanya masih telanjang, masih murni. Dan tugas
sayalah untuk membentuk benih-benih itu tumbuh, bercabang, dan berbungga,
hingga bisa menghasilkan benih-benih baru, lalu membentuk sebuah hutan yang
lindap dalam jiwa saya.
Ya, saya ingin itu ....
Motivasi paling mendasar yang
membuat saya terus belajar, adalah saya ingin membuktikan bahwa seorang ibu rumah
tangga pun bisa berkarya. Bisa mengekspresikan siapa dirinya. Pada
kenyataannya, banyak yang menganggap bahwa (pekerjaan) sebagai ibu rumah tangga
itu tidak memiliki manfaat hanya karena ia tidak menghasilkan uang, padahal ibu
adalah poin penting dalam sebuah rumah tangga. Beberapa perempuan terkadang ada
yang terintimidasi dan terdoktrin dengan pandangan semacam ini, hingga beberapa
itu menjadi kecil hati dan pasrah ketika ketidakadilan menjamah mereka.
Karena itulah saya tidak ingin
hal itu terjadi pada saya. Saya bukan wanita yang bisa menyerah begitu saja
tanpa berjuang, dan menulislah tempat saya berjuang, tempat saya membuktikan
diri bahwa saya bisa. Saya mampu dan memiliki manfaat. Saya bisa bermanfaat
untuk orang-orang yang saya sayangi.
Saya tidak pernah mengatakan
banyak hal pada suami saya selain, “Izinkan saya menulis.” Dan syukur alhamdulillah suami saya bukan tipe
lelaki pengekang. Dia justru memberikan kebebasan pada saya dan berprinsip,
selama saya bisa menjaga diri dan tahu akan tugas utama saya sebagai ibu dan
istri, mengapa tidak? Yaa, walaupun kalimat itu tidak pecah secara langsung
dari bibirnya, tapi sikapnya membuat saya paham.
Hal lain yang memotivasi saya
berjalan di jalan ini adalah, saya juga ingin membuktikan bahwa menulis itu
bukanlah sebuah bakat. Menulis tidak tergantung pada status sosial kita, apa
pendidikan kita, atau siapa kita. Bagi saya, selama kita masih mau untuk terus
belajar dan memiliki tekad yang kuat, kita bisa melakukannya. Saya hanya
lulusan sekolah menengah atas, tapi saya yakin saya bisa melakukan hal yang
sama, seperti mereka yang berpendidikan di atas saya. Saya yakin itu. Saya pun
ingin memotivasi sahabat-sahabat saya yang beberapanya kurang percaya diri
dalam kegiatan menulisnya hanya karena memiliki kesamaan dengan saya—latar
belakang dan status. Saya ingin mereka juga bisa dan terus bersemangat dalam
sesuatu yang dicintainya—menulis.
Selain itu, banyak hal yang
bisa saya pelajari dari menulis dan membaca. Hal-hal yang selama ini tidak saya
ketahui. Saya belajar memahami karakter, dan semakin peka terhadap apapun yang
melintas di hadapan saya. Kemudian, saya ingin membagi hal-hal itu pada pembaca
saya dengan cara-cara saya bercerita.
Yap. Itulah saya. Lalu,
bagaimana dengan kamu. Mengapa kamu menulis?
Sidoarjo, 051015
aku ingin menulis...
BalasHapusmenjadi penulis...
aku ingin abadi bersama sajak-sajakku..
bermanfaat...
menjadi penyair sebenar-benarnya penyair...
iya, aku mencintainya.
Menulis :